I KESETARAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI. Untuk mengerti apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang keseta-raan antara perempuan dan laki-laki, paling sedikit ada tiga dokumen penting yang perlu kita lihat: Alkitab, dokumen Konsili Vatikan II dan beberapa dokumen yang ditulis oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II. 1. Pemahaman Alkitabiah
ArticlePDF Available AbstractThis article with a title The Equality and Distinction Between Man and Woman A Critique to the Feminist Movement", will firstly discuss about the feminist movement comprehensively and afterward itu will discuss about the feminist movement within Christianity, gender-equality issues, as well as the distinction between man and woman from the view of Christian feminism. After these, it will be discussed gender-equality issues and the distinction between man and woman from the perspective of Reformed theology. Then a critique to the feminist movement within Christianity will be discussed. The finding of this article is that the feminist movement within Christianity has indeed grown a better appreciation for the woman, especially in the equality between man and woman wich is a reality. The consequence is the authority of the Bible is accused by this Christian feminist movement. KEYWORDS feminism, Christian feminism, equality, distinction, Reformed theology. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KESETARAAN DAN PERBEDAAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN KRITIK TERHADAP GERAKAN FEMINISME Lina Gunawan STT Reformed Injili Internasional ABSTRACT This article, with a title “The Equality and Distinction between Man and Woman A Critique to the Feminist Movement”, will firstly discuss about the feminist movement comprehensively and afterward it will discuss about the feminist movement within Christianity, gender-equality issues, as well as the distinction between man and woman from the view of Christian feminism. After these, it will be discussed gender-equality issues and the distinction between man and woman from the perspective of Reformed theology. Then, a critique to the feminist movement within Christianity will be discussed. The finding of this article is that the feminist movement within Christianity has indeed grown a better appreciation for the woman, especially in the equality between man and woman. However, this movement ignores the distinction between man and woman which is a reality. The consequence is the authority of the Bible is accused by this Christian feminist movement. KEYWORDS feminism, Christian feminism, equality, distinction, Reformed theology. ABSTRAK Artikel yang berjudul “Kesetaraan dan Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Kritik terhadap Gerakan Feminisme” ini pertama-tama akan memaparkan mengenai gerakan feminisme secara menyeluruh, dan kemudian memaparkan mengenai gerakan feminisme dalam kekristenan, serta tema-tema kesetaraan, perbedaan laki-laki dan perempuan dalam pandangan feminisme Kristen. Kemudian dipaparkan mengenai tema-tema SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 289 kesetaraan dan perbedaan laki-laki dan perempuan dari perspektif teologi Reformed. Setelah itu akan dipaparkan mengenai kritik terhadap gerakan feminisme dalam kekristenan. Temuan dalam tulisan ini adalah gerakan feminisme dalam kekristenan memang telah menumbuhkan kesadaran baru terhadap penghargaaan yang lebih baik terhadap perempuan, secara khusus dalam kesetaraan laki-laki dan perempuan. Namun, gerakan ini mengabaikan perbedaan laki-laki dan perempuan yang adalah sebuah realitas. Akibatnya, otoritas Alkitab mendapat gugatan dari gerakan feminisme Kristen ini. KATA KUNCI feminisme, feminisme Kristen, kesetaraan, perbedaan, teologi Reformed. Gerakan Feminisme merupakan sebuah gerakan yang lahir pada abad ke-18, sebagai sebuah respons terhadap tatanan masa sebelumnya. Mulai saat itu muncullah istilah “feminisme”. Lahirnya gerakan Feminisme ini seiring dengan timbulnya kesadaran baru terkait posisi sebagai sebuah pola relasi yang menempatkan laki-laki sebagai subyek, yaitu kaum superior yang mendominasi kaum perempuan. Jadi gerakan Feminisme adalah gugatan terhadap hegemoni laki-laki terhadap perempuan. Pada awalnya, tuntutan kaum feminis merupakan sebuah tuntutan atas hak dasar sebagai seorang manusia. Kaum feminis menuntut kesempatan berkiprah di bidang politik, pendidikan dan ekonomi. Namun dalam perkembangannya, tuntutan itu melampaui lebih dari sekadar hak dasar, di mana tuntutan itu juga menyangkut perlunya definisi ulang relasi antara laki-laki dan perempuan. Gerakan feminisme ini penulis sebut sebagai feminisme radikal. Tulisan ini akan memberikan kritik terhadap pandangan feminisme radikal tersebut, karena sekalipun kesetaraan jenis kelamin merupakan sesuatu yang dapat diterima secara umum, namun secara substansi, apa yang dituntut oleh kaum feminis radikal ini, dapat menimbulkan persoalan baru di dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan. Periode yang 290 GERAKAN FEMINISME terutama mempengaruhi pandangan Feminisme Kristen adalah feminisme gelombang pertama dan kedua. Dengan demikian penulis membatasi pembahasan ulasan tuntutan feminisme terkait relasi laki-laki dan perempuan hanya pada kedua gelombang Feminisme ini tersebut. Gerakan Feminisme Sejarah perkembangan Feminisme dapat dikategorikan di dalam tiga gelombang waves. Gelombang pertama dimulai pada abad ke-18 dan ke-19, khususnya di Amerika dan Inggris, yang kebanyakan memperhatikan penderitaan universal dan hak untuk mendapatkan kontrak hukum dan ekonomi. Perjanjian pertama untuk kaum feminis diprakarsai oleh Mary Wollstonecraft, dalam bukunya A Vindication of the Rights of Women 1792. Ia memperjuangkan hak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan posisi di masyarakat, dengan demikian perempuan bukan menjadi “ornamen” namun sebagai “pendamping” bagi suaminya. Ini ditulis sebagai respons untuk hak asasi manusia yang dicetuskan oleh dikenal sebagai orang yang berpengaruh untuk gerakan feminisme di Inggris. Sedangkan di Amerika adalah Elizabeth Cady Stanton 1805-1902 yang memenangkan hak perempuan untuk memilih, bersama Susan B. Anthony yang secara aktif memperjuangkan penghapusan perbudakan dan hak asasi perempuan. Stanton juga menerbitkan Alkitab Perempuan pada gelombang kedua, Feminisme berkembang pesat di tahun 1960 dan 1970-an. Selama perang dunia kedua, banyak kaum perempuan mengalami hidup di luar rumah dengan cara baru, mereka mendapatkan Mary Wollstonecraft, A Vindication of the Rights of Woman With Strictures on Political and Moral Subjects New York 1999, 118. Anthony C. Thiselton, Hermeneutics An Introduction Grand Rapids Wm B. Eerdmans Publishing Co, 2009, 283. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 291 pekerjaan yang vital dan kebebasan baru. Mereka dipengaruhi oleh tulisan Betty Friedan dalam bukunya Feminine Mystique tahun 1963 dan Perjanjian Kennedy yang membentuk komisi yang khusus membahas tentang status ketiga Feminisme terjadi tahun 1990-an. Isu yang muncul bukan isu baru, masih sama dengan isu sebelumnya, namun berkembang secara intensitas. Dari apa yang diperlihatkan oleh gerakan Feminisme, tampak jelas bahwa apa yang menjadi tuntutan dan persoalan dari gerakan ini adalah kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Menurut kaum feminis, apa yang disebut dengan kesetaraan jenis kelamin adalah sebuah tuntutan kesamaan hak baik laki-laki maupun perempuan di dalam setiap aspek kehidupan. Sekalipun kesetaraan jenis kelamin merupakan sesuatu yang dapat diterima secara umum, namun secara substansi, apa yang dituntut oleh kaum feminis, dapat menimbulkan persoalan baru di dalam konteks relasi antara laki-laki dan perempuan. Pada awalnya, tuntutan kaum feminis merupakan sebuah tuntutan atas hak dasar sebagai seorang manusia. Kaum feminis menuntut kesempatan di dalam bidang politik, pendidikan dan ekonomi, namun dalam perkembangan berikutnya, tuntutan itu telah melampaui lebih dari sekadar hak dasar, di mana tuntutan itu juga menyangkut perlunya definisi ulang relasi antara laki-laki dan perempuan. Tentu saja, tuntutan ini mempunyai implikasi yang sangat luas bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Kesetaraan laki-laki dan perempuan merupakan isu yang diusung Feminisme gelombang pertama. Feminisme menuntut kesetaraan di 292 GERAKAN FEMINISME berbagai bidang kehidupan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial. Ini dapat dipahami karena pada awal abad pertama era Kristen, perempuan secara umum, mengacu pada Hawa sebagai pelaku dosa pertama, dipandang sebagai penggoda dan bermoral rendah. Pada tahun 1776, Abigail Adams, seorang istri anggota Kongres Amerika menulis kepada suaminya, John Adams, agar hak perempuan dimasukkan ke dalam hukum. Namun baru satu abad yang lalu perempuan memperoleh hak untuk memilih; memperoleh pembayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama yang dilakukan oleh kaum laki-laki; dan juga bersama-sama dengan kebebasan manusia secara umum di Amerika. Feminisme gelombang pertama ini terjadi di Eropa dan Amerika. Para pejuang ini membentuk kelompok-kelompok untuk memperjuangkan hak perempuan. Mereka percaya bahwa perempuan akan menjadi warga negara yang mempunyai hak penuh di dalam hukum internasional jika mereka memperoleh kesetaraan di dalam pekerjaan, pendidikan yang lebih tinggi, akses memasuki ranah publik dan kebebasan memiliki materi. Mereka terus memperjuangkan hak pilih, tunjangan keluarga, penggunaan alat kontrasepsi, aborsi dan hak untuk memperoleh kesejahteraan bagi perempuan yang bekerja di rumah, undang-undang perlindungan dan status perempuan. Di ranah politik, kelompok-kelompok ini membongkar kekerasan dan perang internasional. Gelombang ini berhasil menciptakan identitas politik bagi perempuan, memenangkan kemajuan hukum dan juga emansipasi publik bagi zaman ini mewarnai tulisan-tulisan beberapa tokoh yang memperjuangkan hak perempuan di gelombang pertama ini. Mary Wollstonecraft, seorang penulis dan filsuf Inggris abad ke-18, yang Margaret Elizabeth Kostenberger, Jesus and the Feminists Who Do They Say That He Is? Wheaton, Illinois Crossway Books, 2008, 17. Maggie Humm, ed., Feminisms A Reader New York Harvester Wheatsheaf, 1992, 11-4. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 293 memperjuangkan hak asasi perempuan, di dalam bukunya A Vindication of the Rights of Woman 1792, berpendapat bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kapasitas yang sama, sebagai gambar dan rupa Allah, oleh sebab itu perempuan juga berhak memperoleh kesempatan yang setara dalam mendapatkan pendidikan, sehingga memungkinkannya mengembangkan kapasitas rasional dan moral, bukan hanya sensibilitasnya saja, untuk dapat mengembangkan potensinya menjadi manusia yang lengkap. Wollstonecraft menegaskan, perempuan yang sungguh-sungguh terdidik akan mempunyai kemampuan untuk mengatur rumah dua abad setelah itu, kesetaraan laki-laki dan perempuan masih belum mencapai hasil yang maksimal seperti apa yang diharapkan dari perjuangan Wollstonecraft. Hal ini didapati oleh Maggie Humm di dalam tulisan Adeline Virginia Woolf, seorang penulis dan modernis yang juga berasal dari Inggris, A Room of One’s Own 1929. Ia menggambarkan bagaimana perempuan masih didominasi oleh laki-laki, baik secara sosial maupun secara fisik. Perempuan menjadi korban laki-laki, oleh karena itu perempuan seharusnya menolak nilai-nilai dari masyarakat patriark. Ia berpendapat bahwa isolasi domestik dan isolasi profesionalitas perempuan adalah puncak dari dominasi material dan ideologi laki-laki terhadap perempuan, namun ironisnya, ia mendapati secara de facto, perempuan malah sebenarnya ikut berkolusi’ dan punya andil juga di senada juga dikatakan oleh Simone Lucie Ernestine Marie Bertrand de Beauvoir—biasanya dikenal sebagai Simone de Beauvoir—seorang filsuf, aktivis politik dan feminis dari Perancis, di dalam bukunya Second Sex 1949. Pendapat ini dikutip oleh Humm, yang menyatakan bahwa masyarakat membentuk norma yang positif tentang laki-laki dan Wollstonecraft, A Vindication of the Rights of Woman, 127, yang dikutip oleh Rosemarie Tong, Feminist Thought A Comprehensive Introduction Boulder, Colo. Westview Press, 1989, 14-6. Maggie Humm, ed., Feminisms A Reader, 21. 294 GERAKAN FEMINISME negatif untuk perempuan. Perempuan dianggap kelas dua, dan disebut sebagai “yang lain/liyan”. Dalam tulisannya, Beauvoir membedakan antara jenis kelamin/gender fungsi sosial dan seks natur perempuan. Di dalam fungsi sosialnya, perempuan saling bergantung satu dengan yang lainnya dalam fungsi keibuannya motherhood, sedangkan di dalam hal natur perempuan, seseorang dikatakan sebagai perempuan itu bukan karena faktor biologisnya. Ia percaya bahwa tujuan revolusi perempuan hanya dapat dicapai dengan pembebasan perbedaan biologis dan pembebasan kemampuan rasional. De Beauvoir memberi kontribusi yang besar terhadap feminisme gelombang kedua, di antaranya pemikiran tentang adanya dikotomi antara perbedaan perempuan dan laki-laki, termasuk serangannya terhadap diskriminasi laki-laki secara biologis, psikologis dan ekonomis terhadap perempuan. Tulisan de Beauvoir ini mengantarkan feminisme kepada gelombang Amerika, Seneca Falls Resolution, “The Declaration on Women’s Rights” 1848 yang memperjuangkan hak pilih bagi perempuan, pada umumnya dipercaya menjadi agenda yang membayangi gerakan feminisme liberal. Betty Friedan menjadi tokoh feminisme terkemuka di Amerika. Ia mendirikan The National Organisation of Women NOW tahun 1966, yang memperjuangkan kesetaraan hak sipil, kesetaraan akses untuk pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan serta kesetaraan pembayaran upah bagi perempuan. Ia berpendapat, di dalam karya tulisnya The Feminine Mystique 1963, bahwa dengan hanya menjadi istri dan ibu bagi anak-anak, akan membuat perempuan menjadi bosan. Ia mengakui bahwa memang tugas ini adalah bagian dari hidup perempuan, namun bukan merupakan tugasnya sepenuh waktu. Perempuan harus mencari waktu untuk mengembangkan dirinya menjadi manusia yang utuh, yaitu dengan bekerja secara kreatif di Maggie Humm, ed., Feminisms A Reader, 44-5. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 295 luar The Feminine Mystique yang pertama kali terbit tahun 1963 ini, dianggap sebagai pemicu munculnya feminisme gelombang kedua di Amerika abad ke-20. Namun demikian, dua puluh lima tahun kemudian Friedan mempertimbangkan ada kesulitan dalam mengombinasikan antara pernikahan, menjadi ibu dan menjalankan karir secara sekaligus. Oleh karena itu di dalam tulisan selanjutnya yaitu The Second Stage, Friedan berpendapat bahwa Feminisme yang baru akan menuntut perempuan bekerja sama dengan laki-laki untuk melepaskan diri dari akibat yang ditimbulkan oleh Feminist Mystique, yaitu bahwa perempuan mengabaikan cinta, kasih sayang dan rumah. Ia mendapati bahwa perempuan tidak dapat dilepaskan dari kemanusiaannya di dalam kerangka hubungannya dengan laki-laki sebagai seorang istri, ibu dan perawat rumah. Dengan cara inilah, ia memperbaharui pemikirannya bersama-sama dengan laki-laki, perempuan dapat mengembangkan nilai-nilai sosial, kepemimpinan dan struktur institusional sehingga memungkinkan kedua jenis kelamin ini mencapai pemenuhannya, baik di dunia publik ataupun di dunia privat, demikian yang dikupas oleh Rosemarie Tong dalam buku Feminist dalam karyanya The Second Stage, Friedan mulai menyadari bahwa pekerjaan tanpa keluarga justru akan membuat perempuan kesepian I was the first woman in management here. I gave everything to the job. It was exciting at first, breaking in where women never were before. Now it’s just a job. But it’s devastating loneliness that’s the worst. I can’t stand coming back to this apartment alone every night. I’d like a house, maybe a garden. Maybe I should have a kid, even without a father. At least then I’d have a family. There has to be some better way to live. Betty Friedan, The Feminine Mystique New York Dell, 1974, 69-70. Rosemarie Tong, Feminist Thought, 24. Betty Friedan, The Second Stage New York Summit Books, 1981, 20-1. 296 GERAKAN FEMINISME Semangat zaman ini juga mempengaruhi gereja, khususnya perempuan dalam gereja secara teologis. Periode sejarah gereja, yang mengantar kepada Reformasi Protestan yang kepemimpinan gerejanya masih dipegang oleh laki-laki, adalah periode dimulainya kebangkitan feminisme. Reformasi itu sendiri mendorong setiap orang percaya membaca dan meneliti Alkitab, hal inilah yang membangkitkan benih yang membawa kesadaran akan nilai-nilai perempuan. Kesadaran inilah yang membuat sebagian perempuan, mengokohkan pendapatnya bahwa mereka mempunyai hak untuk berkhotbah dan mengajar. Terbukti dengan Grimke bersaudari, Sarah Moore Grimké 1792–1873 dan Angelina Emily Grimké 1805–1879, penulis, orator dan pendidik yang terlibat di dalam gerakan Quaker dan Abolitionist. Mereka memberi sumbangsih dengan menerbitkan risalah “Appeal to the Christian Women in the South” 1836 dan “Letters on the Equality of Sexes and the Condition of Women” 1837. Mereka masing-masing mengklaim bahwa Alkitab disalah mengerti dan salah interpretasi tentang perempuan. Merebaknya perempuan yang aktif di dalam pelayanan kekristenan mencapai puncaknya di dalam tulisan Elizabeth Cady Stanton bersama dengan dua puluh penulis perempuan, The Woman’s Bible 1895, 1898. Karya tulis ini lebih menyerupai buku tafsiran dibanding sekadar terjemahan. Stanton sendiri tidak menganggap Hukum Taurat Musa diinspirasikan,namun ia mengakui bahwa Alkitab melandasi hukum dan kebudayaan Barat yang didominasi oleh laki-laki. Ia percaya bahwa emansipasi W. Baird, History of New Testament Research, Vol. 2 From Jonathan Edwards to Rudolf Bultmann Minneapolis Augsburg Fortress, 2003, 331-32, 335-37. Quaker adalah sekelompok orang percaya dari berbagai denominasi di mana setiap orang yang tergerak oleh Tuhan boleh bicara memberitakan Firman dari Amerika Selatan pada abad ke-19. Abolitionist adalah yang menentang perbudakan dan memperjuangkan hak perempuan. Dayton, Discovering an Evangelical Heritage New York Harper, 1976, 89-91. Elizabeth Cady Stanton, The Woman’s Bible repr. New York Arn, 1972 [1895], 12. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 297 perempuan tidak mungkin terjadi jika posisi Alkitab tentang perempuan tetap diterima, karena Alkitab dianggap menjunjung kebudayaan patriark. Stanton memakai pendekatan “higher criticism”untuk mengikis otoritas Alkitab, terutama dalam hal pengajaran tentang Laki-Laki dan Perempuan Apabila pada gelombang pertama, feminisme membahas tentang kesetaraan dan perempuan mempunyai potensi yang sama dengan laki-laki, sedangkan pada gelombang kedua, pejuang feminisme justru lebih fokus pada perbedaan perempuan dengan laki-laki dan dengan perempuan itu sendiri, sebagai usaha menjadikan perempuan sebagai warga negara yang otonom. Gelombang ini mengarah kepada psikoanalisis juga kepada teori sosial tentang keberbedaan jenis kelamin untuk menciptakan etika feminist yang baru. Feminisme gelombang kedua menggunakan keberbedaan perempuan untuk melawan legalitas dunia patriarkal dan mengarah kepada formasi yang radikal. Argumen-argumen mengenai moral solidaritas yang diciptakan berdasarkan pendirian dan identitas pembela hak perempuan, reproduksi’, pengalaman’, perbedaan’ menjadi isu penting di gelombang kedua gelombang pertama dan kedua sama-sama mendapati bahwa penindasan terhadap perempuan ini terkait pada seksualitasnya. Gelombang kedua mengambil isu reproduksi sebagai titik awal untuk memperjuangkan emansipasi di berbagai bidang. Para pembela hak perempuan percaya bahwa masalah takdir biologis inilah yang membuat perbedaan perempuan dan laki-laki, terutama di bidang ekonomi yaitu Higher Criticism adalah kritik terhadap teks Alkitab dengan mempermasalahkan hal-hal lain di luar teks Alkitab seperti tantangan zaman yang terjadi saat itu, pengarang, sumber-sumber lain, sejarah, periode, dll. M. E. Kostenberger, Jesus and the Feminists, 20. Maggie Humm, ed. Feminisms A Reader, 11-2. 298 GERAKAN FEMINISME dalam hal pembagian pekerjaan dan sistem Murray yang disebut juga Kate Millet, seorang penulis, pendidik dan feminis Amerika, dalam disertasinya yang akhirnya dijadikan buku “Sexual Politics” 1968, menyatakan bahwa identitas seksual ini bukan merupakan pengalaman natural dari perempuan dan laki-laki namun sebagai pembentukan dan dampak dari keadaan sosial dan politik, demikian yang dikutip oleh Humm. Millet berpendapat bahwa seks adalah politis, terutama karena hubungan laki-laki dan perempuan ada hubungannya dengan hubungan kekuasaan. Ia berargumen, jika penerimaan terhadap supremasi laki-laki yang dianggap sebagai hak sejak lahir tidak dihilangkan, maka semua sistem penindasan terhadap perempuan akan terus berlangsung. Karena kendali laki-laki di dunia publik dan privat menimbulkan kebudayaan patriark, maka penguasaan laki-laki harus dihapuskan. Dengan demikian, jika perempuan ingin mendapat kebebasan, maka harus ada penghapusan perbedaan jenis kelamin, terutama status, peran dan temperamen seksual karena hal-hal ini telah dibangun di bawah sistem patriark.Para pembela hak perempuan di gelombang kedua ini juga berjuang menentang semua hal yang merendahkan perempuan seperti pornografi, perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan. Sama seperti Millett, Shulamith Firestone, seorang feminist radikal di Amerika, di dalam bukunya Dialectic of Sex 1970, mengatakan bahwa untuk menghasilkan jenis pembebasan manusia ini, dibutuhkan lebih dari revolusi biologis dan sosial yaitu dengan reproduksi buatan ex utero yang nantinya akan menggantikan reproduksi alami in utero. Firestone berpendapat bahwa pada saat realita reproduksi biologis ini tertangani, maka perbedaan laki-laki dan perempuan dalam hal pengelompokan berdasarkan jenis Kate Millett, Sexual Politics Garden City, NY Doubleday, 1970, 25. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 299 kelamin dan peran seksual dapat ditiadakan, sehingga pasangan heteroseksual bukanlah cara satu-satunya untuk memperoleh keturunan. Pada waktu Firestone menulis karyanya ini, teknologi yang baru dipakai secara luas adalah mengontrol reproduksi dengan kontrasepsi, sterilisasi dan aborsi, namun tiga dekade kemudian, teknologi reproduksi seperti inseminasi dari donor, bayi tabung dan transfer embrio sudah menjadi hal yang digunakan secara umum, demikian yang didapati oleh Tong dalam bukunya Feminist Thought. Dengan demikian, pandangan ini mengarah kepada homoseksualitas. Mary Daly, seorang feminist radikal, yang mengajar di Boston College sejak 1967 sampai diberhentikan secara paksa tahun 2001, karena ia tidak mengizinkan mahasiswa laki-laki mengikuti kelasnya,sependapat dengan Firestone. Ia mengemukakan bahwa untuk memberdayakan perempuan sebagai manusia yang utuh, pembebasan kelompok berdasarkan jenis kelamin gender harus diberlakukan, bukan hanya di dalam wilayah manusia namun juga sampai wilayah Tuhan, hal ini ditemukan di dalam karya utama pertamanya Beyond God the Father Toward a Philosophy of Women’s Liberation. Ia berpendapat jika Tuhan tidak melepaskan diri-Nya dari keterikatan pada jenis kelamin tertentu maka perempuan tidak akan dapat menjadi seorang yang utuh. Daly memandang kebudayaan patriark memadamkan energi dan diri sejati perempuan, oleh karena itu ia berpesan kepada kaum perempuan untuk menghancurkan semua mitos, nama, ideologi dan struktur sosial yang dibentuk oleh laki-laki tentang Shulamith Firestone, The Dialectic of Sex New York Bantam Books, 1970, 12. Rosemarie Tong, Feminist Thought A Comprehensive Introduction, 74. Office of Public Affairs Staff, “Mary Daly Ends Suit, Agrees to Retire,” The Boston College Chronicle 9, no. 11 Feb. 15, 2001. Mary Daly, Beyond God the Father Toward a Philosophy of Women’s Liberation Boston Beacon Press, 1973, 20. 300 GERAKAN FEMINISME perempuan, serta menarik diri dari tuntutan laki-laki supaya perempuan sungguh-sungguh dapat menjadi manusia yang konsepnya ini, tidak mengherankan jika Daly memerintahkan’ para feminist untuk menarik diri, bukan hanya dari institusi heteroseksual, tetapi juga seluruh institusi dengan sistem patriark, seperti gereja, sekolah, organisasi profesional dan keluarga, demikian yang dikemukakan oleh Rosemarie Tong dalam Feminist Thought. Menurut Daly, hanya feminist lesbian radikal yang dapat bangkit mengalahkan pengalaman normal patriark laki-laki. Dengan pemikiran yang menghasilkan pandangan-pandangan yang radikal tersebut, Daly benar-benar terpisah dari kekristenan dan mewakili feminisme radikal di Amerika, demikian menurut pendapat Margaret Elizabeth Kostenberger tentang Daly. Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pandangan Feminisme gelombang kedua semakin mengarah pada pandangan yang radikal. Hal ini juga mempengaruhi feminist Kristen di dalam membentuk teologinya terutama di dalam menginterpretasikan hal-hal yang berhubungan dengan isu kesetaraan, kepemimpinan perempuan dan peran perempuan di dalam sektor kehidupan sosial, politik dan agama. Gerakan kaum perempuan injili dimulai pada sebuah konferensi “Evangelical for Social Action” di Chicago pada tahun 1973, dan semenjak tahun 1975 sampai 1983 mulai berkembang, begitu pula ketegangan mengenai penafsiran Alkitab dan inerrancy, namun pada tahun 1986 terjadi perpecahan ketika ada perbedaan pandangan seputar isu homoseksual. Pada periode ini muncul dua organisasi di Amerika Utara, yaitu Christians for Biblical Equality CBE, suatu advokat feminisme alkitabiah atau feminisme injili yang disebut juga Mary Daly, Gyn/Ecology The Metaethics of Radical Feminism Boston Beacon Press, 1978, 381. Mary Daly, Pure Lust Elemental Feminist Philosophy Boston Beacon Press, 1984, 366. Rosemarie Tong, Feminist Thought A Comprehensive Introduction, 126. M. E. Kostenberger, Jesus and the Feminists, 53. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 301 egalitarianisme yang menekankan pada kesetaraan wanita terhadap laki-laki di berbagai bidang kehidupan. Sementara kelompok lain, yang berakar pada pendukung komplementer, menekankan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Kelompok ini disebut The Council on Biblical Manhood and Womanhood CBMW. Selanjutnya, perdebatan tentang jenis kelamin dalam hal peran laki-laki dan perempuan di dalam rumah, gereja dan masyarakat semakin meruncing di antara mereka. Seiring berjalannya waktu, muncul tiga kelompok yang memperjuangkan perempuan Radical Feminists, Reformist Feminists, dan Evangelical Feminists. Penjelasan secara sederhana, kelompok Radical Feminists menolak Alkitab dan menganggap kekristenan sebagai sesuatu yang sudah tidak lagi dapat dipakai karena pandangan yang bias tentang kebudayaan patriark. Sebaliknya, mereka berfokus pada pengalaman religius feminin sebagai kunci untuk menginterpretasi. Kelompok Reformist Feminists pada dasarnya menolak tradisi Kristen tentang perempuan, namun tetap menggunakan Alkitab sebagai sarana untuk merekonstruksi teologi yang positif secara “tepat”. Bagi mereka, Alkitab itu sendiri tidak dilihat sebagai tulisan yang tidak mungkin salah inerrant atau otoritatif. Kelompok ketiga adalah kelompok Evangelical Feminist, yang mengatakan bahwa tidak ada yang harus ditolak dalam Alkitab, dan Kitab Suci dipandang sebagai pengajaran yang lengkap akan kesetaraan laki-laki dan terbaru dari feminisme sering disebut sebagai Feminisme Gelombang ketiga, yang dimulai pada awal tahun 1990-an. Gelombang ini ditandai oleh pengejaran realisasi diri yang bahkan lebih P. D. H. Cochran, Evangelical Feminism A History New York, London New York University Press, 2005, 77-109 dikutip oleh M. E. Kostenberger, di dalam Jesus and the Feminists, 22-3. Mary. A. Kassian, The Feminist Mistake The Radical Impact of Feminism on Church and Culture Wheaton, IL Crossway, 1992, 249-50. 302 GERAKAN FEMINISME radikal. Mereka menghilangkan prinsip-prinsip kekristenan secara sepenuhnya. Hal ini masih terus berkembang sampai sekarang. Isu yang diperjuangkan masih sama dengan gelombang kedua, namun lebih dalam secara intensitasnya. Laki-laki dan Perempuan dalam Perspektif Alkitab Laki-laki dan Perempuan Sebagai Ciptaan Allah yang Setara Manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang dicipta dari tanah namun adalah ciptaan yang mulia karena diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, Sang Pencipta itu sendiri. Di dalam Kejadian 127 yang mengatakan “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka,” Allah menghendaki manusia mengerti bahwa manusia, laki-laki maupun perempuan, adalah makhluk ciptaan yang setara secara martabat dan keberadaannya yaitu segambar dengan Allah, sang Pencipta. Richard Pratt di dalam buku Designed for Dignity mengatakan bahwa Allah tidak menjadikan Adam dan Hawa serupa dengan batu, pohon, dan binatang. Ia dengan begitu hati-hati membentuk laki-laki dan perempuan pertama itu supaya mereka menjadi serupa dengan-Nya. Ia memutuskan untuk menjadikan manusia sebagai ciptaan yang mempunyai nilai dan kemuliaan yang tiada Sproul menambahkan bahwa manusia, yang adalah gambar dan rupa Allah, memiliki kapasitas untuk berpikir rasional, berespon terhadap rangsangan dari luar dan mengolah pikiran kognitif untuk berpikir dengan logika yang baik. Hal itu dapat terjadi karena Allah memiliki pikiran, dan Allah-lah yang memberikannya kepada manusia. Allah mempunyai M. E. Kostenberger, Jesus and the Feminists, 24. Richard L Pratt Jr., Designed for Dignity What God Has Made It Possible for You to Be Phillipsburg P&R Publishing, 1993, 9. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 303 kehendak, dan Ia pun membuat keputusan, maka manusia pun demikian adanya. Manusia juga diberikan kemampuan untuk menunjukkan perasaan kasihnya, hal ini menunjukkan natur Allah yang ada di dalam kemanusiaan manusia. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan di dalam semua kapasitasnya. Lebih jauh, Agustinus mengatakan bahwa gambar Allah adalah sebagai refleksi dari tiga pribadi Allah yang tercermin di dalam kapasitas yang berbeda namun juga merupakan kesatuan dari memori, intelektual dan kehendak. Anthony Hoekema menyetujui tentang konsep ini, ia berpendapat, ketritunggalan Allah didapati dalam hubungan laki-laki dan perempuan. Keserupaan manusia dengan Allah adalah di dalam laki-laki yang memerlukan persahabatan companionship perempuan. Laki-laki memerlukan perempuan dan perempuan memerlukan laki-laki. Hal ini merefleksikan hubungan yang erat fellowship di antara Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Sproul berpendapat bahwa Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan dengan nilai dan martabat yang setara. Mitos tentang subordinasi yang berarti inferioritas akan menghancurkan doktrin Tritunggal karena Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus dipercaya sebagai Pribadi yang setara di dalam kemuliaan, kehormatan dan martabat, namun demikian masing-masing Pribadi tidak lebih rendah dari yang lain. Walaupun di dalam ekonomi karya keselamatan, Allah Anak taat subordinasi kepada Bapa dan Roh Kudus adalah subordinasi dari R. C. Sproul, Truths We Confess A Layman’s Guide to Westminster Confession of Faith, Volume I The Triune God Chapter 1-8 of the Confession Phillipsburg P&R Publishing, 2006, 136. St. Augustine, The Trinity The Works of St. Augustine, Vol. 5, diterjemahkan oleh Edmund Hill Brooklyn, NY New City Press, 1991 dikutip oleh Bruce A. Ware “The Glory of Man and Woman as Created by God” dalam Biblical Manhood and Womanhood diedit oleh Wayne Grudem Wheaton Crossway, 2002, 73. Anthony A. Hoekema, Created in God’s Image Grand Rapids William B. Eerdmans Publishing Company, 1986, 14. 304 GERAKAN FEMINISME keduanya. Pendapat John Frame selaras dengan pendapat Sproul, ia mengatakan bahwa subordinasi tidaklah mengurangi kapasitas manusia sebagai gambar dan rupa Allah karena tiga hal. Pertama, manusia selalu ditempatkan di dalam hubungan yang merupakan subordinasi dengan orang lain, namun tidak merendahkan keberadaan mereka sebagai gambar Allah contoh. Kel. 2012 “Hormatilah ayahmu dan ibumu…”; Roma 131 “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya …”; Ibr. 1317 “Taatilah pemimpin-pemimpinmu dan tunduklah kepada mereka, …”. Kedua, Yesus sendiri menjadi lebih rendah dari Allah Bapa dan bahkan ada di bawah struktur otoritas manusia, untuk menyelamatkan manusia. Oleh karena itu otoritas manusia, yang menyerupai Kristus adalah justru menjadi seorang pelayan Mat. 2026-28. Kerelaan untuk menjadi lebih rendah daripada yang lain demi Allah juga merupakan komponen dari gambar dan rupa Allah. Bahkan tunduk kepada otoritas yang tidak adil sekalipun menunjukkan keserupaan dengan Kristus dan mempermuliakan Allah contoh 1Petrus 212. Ketiga, sangatlah sering terjadi, dengan merendahkan hati terhadap orang lain justru mendemonstrasikan komponen etis gambaran ilahi yaitu kasih, kesabaran, kelemahlembutan dan penguasaan diri samping argumentasi di atas, Wayne Grudem menambahkan bahwa di dalam konteks penulisan Kejadian 1-2, tindakan penamaan selalu Sproul, Truths We Confess, 133. “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari di mana ia melawat mereka.” John M. Frame, “Men and Women in the Image of God” dalam Recovering Biblical Manhood and Womanhood A Response to Evangelical Feminism, diedit oleh John Piper dan Wayne Grudem Wheaton Crossway Books, 1991, 228. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 305 dilakukan oleh orang yang mempunyai kekuasaan atas yang ini mengindikasikan bahwa Adam yang menamai Hawa memang diberikan otoritas yang lebih tinggi daripada Hawa di dalam urutan penciptaan, namun demikian kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tetap terlihat di dalam tindakan penamaan ini. Victor P. Hamilton, di dalam tulisannya tentang Kejadian 223, mengomentari bahwa dengan menggunakan dua kata yang berbunyi hampir sama yaitu laki-laki ish menamai perempuan ishah, penulis kitab ini ingin menekankan identitas dan kesetaraan dari kedua makhluk ciptaan ini. John Calvin menambahkan bahwa pada waktu Adam menamai Hawa, ia mendapatkan penolong sepadan yang selama ini tidak didapatinya. Calvin mengatakan bahwa Adam melihat Hawa seperti melihat another self. Dengan demikian, laki-laki melihat perempuan sebagai makhluk yang sama/setara dengan dirinya. Laki-laki dan Perempuan Setelah Kejatuhan dalam Dosa Menurut John Calvin, manusia yang sudah jatuh dalam dosa tetap merupakan gambar dan rupa Allah. Gambar Allah tidak hilang namun bentuknya rusak secara mengerikan. Pikiran dan kehendak tetap ada, Calvin menyebutnya sebagai “karunia natural” natural gifts, yang walaupun tidak hilang namun melemah dan rusak karena dosa. Walaupun demikian, Calvin menegaskan bahwa manusia harus tetap dihormati, Wayne Grudem, Evangelical Feminism & Biblical Truth An Analysis of More Than One Hundred Disputed Questions Sisters, Oregon Multnomah Publishers, 2004, 31. Victor P. Hamilton, The Books of Genesis Chapters 1-17 Grand Rapids William Eerdmans Publishing Company, 1990, 180. John Calvin, Genesis, A Geneva Series Commentary, terj. dan ed. John King Edinburgh Banner of Truth Trust, 1975, 1965, 13. John Calvin, Institutes of the Christian Religion, ed. John T. Mc. Neill, terj. Ford Lewis Battles Philadelphia Westminster, 1960, 306 GERAKAN FEMINISME dikasihi dan dibantu ketika ada yang memerlukan bantuan, karena biar bagaimanapun rusaknya manusia yang telah jatuh dalam dosa, ia adalah gambar dan rupa menambahkan bahwa walaupun dosa merusak gambar dan rupa Allah, dosa tidak menghancurkan kemanusiaan manusia. Hal ini dapat secara tepat digambarkan dengan membandingkan hubungan Allah dan manusia dengan hubungan laki-laki dan perempuan. Sebagaimana Alkitab menekankan kemiripan antara Allah dan manusia demikian juga halnya antara laki-laki dan perempuan Kej. 223. Keberadaan manusia adalah untuk membantu’ Allah menggenapi rencana-Nya, perempuan adalah untuk menolong laki-laki Kej. 220, kedua hubungan itu disakiti karena dosa, tetapi kemiripan yang fundamental fundamental likeness yang menjadi dasar antara laki-laki dan perempuan tetap dan Perempuan Setara dalam Anugerah Keselamatan Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terdapat di dalam laki-laki dan perempuan yang ditebus oleh Kristus, demikian yang dikatakan oleh Bruce A. Ware di dalam buku Biblical Manhood and Womanhood. Ia mengutip tulisan Paulus di dalam Galatia 326-29 “semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus, karena itu laki-laki dan perempuan sama, yang “Lalu berkatalah manusia itu “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan karena diambil dari laki-laki.” Walaupun sebenarnya Allah tidak perlu dibantu oleh manusia, namun Allah ingin menggenapi rencana-Nya melibatkan manusia sebagai alat-Nya. “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, …” “manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.” John Frame, “Men and Women in the Image of God” dalam Recovering Biblical Manhood and Womanhood, 226. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 307 oleh karena iman disebut anak-anak Allah berhak menerima seluruh janji Kristus”. Ia melihat, ide yang sama juga dikatakan oleh Petrus ketika memerintahkan para suami yang percaya untuk menunjukkan sikap hormat kepada istrinya sebagai teman pewaris dari anugerah kehidupan dalam Kristus 1 Pet. 37. Suami dan istri Kristen berdiri sama tinggi di dalam Kristus, keduanya diselamatkan oleh iman, keduanya dipersatukan dengan Kristus, dan keduanya adalah pewaris penuh kekayaan Kristus. Ayat-ayat di dalam Perjanjian Baru ini merefleksikan pengajaran Alkitab yang sangat jelas bahwa laki-laki dan perempuan setara di dalam kemanusiaannya Kej. 126-27, oleh sebab itu setara juga di dalam kepenuhan karya penebusan Kristus bagi mereka. Menurut Calvin yang dikutip oleh T. F Torrance dalam bukunya Calvin’s Doctrine of Man, penebusan adalah pembaharuan gambar Allah sebagai karya Roh Kudus, dikatakan bahwa “jika melihatnya dari sisi Allah, gambar Allah diperbaharui oleh Roh Kudus dengan memakai Firman Allah sebagai alat-Nya. Akan tetapi jika melihatnya dari sisi manusia, pembaharuan gambar Allah digenapi di dalam iman. Iman adalah suatu gerakan dari respons manusia terhadap Firman Allah yang olehnya manusia menjadi selaras dengan Allah yaitu gambar dan rupa Allah.” Dengan perkataan lain, Roh Kudus memperbaharui manusia melalui Firman, dan manusia dimampukan oleh Roh Kudus berespons terhadap Firman melalui iman. Frame menjelaskan lebih lanjut bahwa pembaharuan dan keselamatan itu adalah karya Allah yang digenapi oleh Allah Anak yaitu Yesus Kristus. Adam merusak gambar dan rupa Allah ketika jatuh dalam dosa, namun Bruce A. Ware, “Male and Female Complementarity and the Image of God” dalam Biblical Foundation for Manhood and Womanhood, diedit oleh Wayne Grudem Wheaton, IL Crossway, 2002, 80. T. F. Torrance, Calvin’s Doctrine of Man London Lutterworth, 1949, 80-1. 308 GERAKAN FEMINISME Yesus, sebagai Adam kedua, menjadikan gambar Allah terhormat dan memuliakan Allah yang diwakili-Nya. Keselamatan memindahkan manusia dari kemanusiaan lamanya yang mati di dalam Adam, kepada kemanusiaan yang baru dan hidup di dalam Kristus 1 Kor 1522. Melalui keselamatan, Tuhan menghapus distorsi gambar Allah karena dosa dan memimpinnya kembali kepada keserupaan Allah yang sempurna. Manusia diubah oleh Roh Kudus dengan kelahiran kembali dan pembaharuan hati, sehingga manusia mempunyai kapasitas, walaupun hanya untuk beberapa derajat, kembali mencerminkan dan merefleksikan karakter Allah. Itulah yang seharusnya manusia, yaitu laki-laki dan perempuan, lakukan sebagai gambar dan rupa Allah. Laki-laki dan Perempuan Setara dalam Melaksanakan Mandat Budaya Allah menciptakan Adam dan Hawa dengan seluruh perlengkapan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk merefleksikan kebenaran dan kesucian Allah yang sejati kepada alam ciptaan. Laki-laki dan perempuan yang setara sebagai gambar Allah, yang walaupun berbeda dalam perbedaan otoritas dan ketundukannya, dipanggil untuk menjadi wakil Tuhan atas seluruh ciptaan, mengamalkan kekuasaan, otoritas dan kehadiran Allah, yang dikenal sebagai tugas mandat budaya. Kej. 128.Menurut Pratt, Allah sebenarnya tidak sulit untuk memenuhi bumi ini dengan hadirat-Nya, namun Ia memilih untuk menegakkan otoritas-Nya di bumi melalui cara-cara yang dapat dipahami oleh manusia. Seperti raja-raja zaman dahulu memenuhi kerajaan mereka dengan patung mereka untuk “Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.” John Frame, “Men and Women in the Image of God” dalam Recovering Biblical Manhood and Womanhood, 226, Italic ditambahkan oleh penulis. John Frame, “Men and Women in the Image of God”, 231-2. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 309 menyatakan kuasanya, Allah berkata “Bertambah-tambahlah dirimu, Aku ingin gambar-gambar-Ku tersebar di seluruh muka bumi.” Demikian juga seperti seorang raja yang menganugerahkan otoritas kepada patung-patungnya, Allah memerintahkan gambar-gambar-Nya untuk bertakhta di atas bumi ini “Taklukkanlah dan berkuasalah, Aku memberimu otoritas untuk menjadi wakil-Ku di dalam dunia-Ku”.Pendapat yang terdistorsi tentang penciptaan Hawa adalah pernyataan bahwa Allah menciptakan Hawa sebagai hamba Adam. Sproul menjawab argumentasi ini dengan analogi yang tepat bahwa Allah menugaskan baik laki-laki maupun perempuan untuk menguasai alam Kej. 128 dengan menjadikan Adam sebagai raja, yang wilayah kekuasaannya adalah bumi ini, dan Hawa sebagai ratunya bukan hambanya. Raja dan ratu ini sepenuhnya menyatakan dan mempertunjukkan gambar dan rupa Allah. Jadi mereka adalah makhluk ciptaan yang setara. Dari kenyataan bahwa Allah memberkati manusia dan memberi mereka mandat budaya Hoekema berpendapat bahwa manusia juga menyerupai Allah sebagai pribadi yang bertanggung jawab, dan pribadi yang mempertanggungjawabkan segala sesuatunya kepada Allah sebagai Penciptanya dan Penguasanya. Di sini Allah dinyatakan sebagai sesosok pribadi yang dapat membuat keputusan dan memerintah. Hoekema meneliti lebih jauh tentang ayat 28, pada waktu Tuhan memberkati manusia untuk beranak cucu dan memenuhi bumi, hanya di sini, kata kerjanya di dalam bentuk jamak orang kedua, yang ditujukan kepada orang tua pertama di dunia ini. Perintah untuk beranak cucu ini menyiratkan adanya institusi pernikahan, yang Tuhan ciptakan untuk menjalankan mandat budaya ini. Dalam memberikan berkatnya, Allah tidak meninggalkan manusia, Ia berjanji akan memampukan manusia untuk Richard Pratt Jr., Designed for Dignity, 22-3. Sproul, Truths We Confess, 133. 310 GERAKAN FEMINISME menguasai bumi dan beranak cucu yang akan memenuhi bumi. Di dalam berkat ini terkandung juga perintah atau mandat yang harus dilaksanakan oleh laki-laki dan perempuan untuk menguasai bumi dan untuk mengembangkan kebudayaan yang memuliakan terhadap Feminisme Pandangan pejuang pembela hak perempuan memandang subordinasi dan dominasi laki-laki sebagai hal yang harus ditolak, karena subordinasi dimengerti sebagai inferioritas lebih rendah dan dominasi laki-laki dimengerti sebagai penindasan terhadap perempuan. Hal ini dapat dipahami karena sampai abad ke-18, perempuan mengalami tekanan dan tidak mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki sehingga mereka sangat sensitif akan isu subordinasi dan dominasi laki-laki ini. Perjuangan kaum feminist merupakan reaksi dari suatu keadaan yang di dalamnya sudah terjadi penyimpangan yang berlebihan atas dominasi laki-laki terhadap perempuan. Mereka memperjuangkan kesetaraan perempuan dengan maksud kaum perempuan mendapat hak asasi yang seharusnya mereka dapatkan. Semua hal yang mereka lakukan diperuntukkan untuk mengangkat harkat perempuan yang sudah terpuruk. Namun, yang perlu diwaspadai di sini adalah mereka melakukan segala sesuatu atas nama perempuan. Hal inilah yang membuat pandangan dan cara pikir mereka tereduksi. Mereka melihat segala bidang kehidupan hanya dari perspektif perempuan, mereka menjadi sangat subyektif. Mereka bukan hanya memperjuangkan kesetaraan dengan laki-laki namun lebih jauh menolak dominasi bahkan menolak laki-laki itu sendiri. Hal ini dapat dilihat di dalam sejarah Feminisme bahwa perjuangan yang tadinya dilakukan untuk memperoleh hak asasi berubah menjadi gerakan yang menyimpang ke arah Anthony Hoekema, Created in God’s Image, 11-2. SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 311 yang radikal. Terbukti dengan para pembela hak perempuan seperti Firestone yang berusaha untuk meniadakan perbedaan jenis kelamin dan menghindari pernikahan berbeda jenis dangan mengusahakan prokreasi dengan memproklamirkan teknologi reproduksi seperti bayi tabung dan inseminasi buatan dari donor. Juga, Daly yang “memerintahkan” para penganut Feminisme untuk menolak segala institusi dengan sistem patriark. Memang tidak dipungkiri bahwa teologi Feminisme Kristen ini telah membawa nuansa dan wawasan yang baru bagi gereja dan keluarga; para suami menjadi lebih menghormati istri mereka di dalam kehidupan keluarga dan membuat gereja melihat pentingnya memberi kesempatan yang lebih luas bagi perempuan mengambil bagian di dalam pelayanan gerejawi, demikian pendapat Wayne Grudem di dalam bukunya Evangelical Feminism A New Path to Liberalism?Bahkan Richard Bauckham menambahkan bahwa ada wawasan baru yang dibukakan oleh para kaum terpelajar feminist dalam melihat para perempuan di dalam Injil, yang sebelumnya kaum terpelajar scholar laki-laki tidak menemukan bahwa bagian tersebut cukup menarik untuk diteliti. Namun ada masalah yang ditimbulkan ketika mereka melihat Alkitab dengan sudut pandang yang direduksi hanya dari perspektif perempuan saja. Menurut Bauckham, cara menginterpretasi yang digunakan oleh pembela hak perempuan ini adalah interpretasi kecurigaan’ hermeneutic of suspicion sebagai prinsip yang mengontrol pembacaan teks di dalam Alkitab, sehingga hasil interpretasinya sudah diarahkan dengan pendekatan dan metodologi yang sudah ditentukan sebagai titik awalnya the methodological starting point and approach. Inilah yang membuat pengertian dan pembacaan Alkitab Wayne Grudem, Evangelical Feminism A New Path to Liberalism? Wheaton Crossway Books, 2006, 11. Richard Baucham, Gospel Women Studies of the Named Women in the Gospels Grand Rapids William B. Eerdmans Publishing Company, 2002, xiii. 312 GERAKAN FEMINISME menjadi berbeda. Pendekatan yang digunakan para penganut Feminisme Kristen ini membawa pengaruh yang besar terhadap pengertian subordinasi. Pengertian subordinasi yang menempatkan perempuan lebih rendah dan menjadi kaum yang tertindas, membuat kaum pembela hak perempuan dan egalitarian melihat Alkitab secara berbeda, khususnya di dalam isu kesetaraan relasi laki-laki dan perempuan. Sebagai gambar dan rupa Allah, laki-laki dan perempuan setara sebelum kejatuhan. Namun setelah kejatuhan—di dalam pengertian penganut feminisme—perempuan menjadi lebih rendah, ketundukan kepada laki-laki dianggap kutukan sehingga menolak semua bentuk dominasi termasuk kekuasaan Allah. Hal ini membuat kaum pembela hak perempuan menempatkan laki-laki dan perempuan sebagai pihak yang beroposisi dan juga menempatkan perempuan beroposisi dengan Allah, Sang Pencipta. Pengertian subordinasi yang tidak tepat ini mempengaruhi seluruh pandangan kaum pembela hak perempuan tentang konsep keselamatan, posisi perempuan di dalam pernikahan dan juga pelayanan gereja. Mereka menolak semua bentuk ketundukan terhadap laki-laki. Di dalam keselamatan, mereka menyempitkan pengertian pemulihan ciptaan dalam konteks terbebas dari dominasi dan penindasan laki-laki bukan menitikberatkan pada restorasi ciptaan menjadi manusia baru di dalam hubungannya dengan Allah. Di dalam melaksanakan mandat budaya, perempuan, yang mempunyai kapasitas yang sama dengan laki-laki, diberikan tugas dan tanggung jawab yang sama. Perempuan dianggap mempunyai otoritas yang sama dengan laki-laki sehingga tidak perlu tunduk terhadap otoritas laki-laki. Di dalam perannya sebagai istri, kaum pembela hak perempuan mempertanyakan peran istri sebagai penolong dan ketundukan kepada suaminya, mereka menuntut ketundukan yang saling timbal balik dan menolak kepemimpinan suami sebagai kepala istri. Di dalam pelayanan gereja, kaum feminist berargumen bahwa larangan perempuan mengajar dan memimpin itu SOCIETAS DEI Vol. 3, No. 2 Oktober 2016 313 karena konteks yang terjadi pada saat penulisan Alkitab terjadi, dan bukan merupakan perintah yang universal karena perempuan juga harus diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengembangkan karunia yang Tuhan berikan kepadanya. Dari pembahasan ini, jelas terlihat bahwa pengertian subordinasi yang tidak tepat dengan wahyu Allah yang dikatakan di dalam Kitab Suci, berdampak besar dalam membaca dan mengerti Alkitab, terutama tentang relasi laki-laki dan perempuan ini. Secara umum, Campbell menyimpulkan feminists read Scripture through the screen of their own ideological convictions rather than reading Scripture itself. Menurut pandangan Alkitab, subordinasi tidak berarti inferioritas. Allah menempatkan perempuan di dalam subordinasi terhadap laki-laki tanpa mengurangi nilai dan kemuliaannya sebagai gambar dan rupa Allah. Perempuan tidak perlu menolak kepemimpinan laki-laki karena perempuan tetap ciptaan Allah yang setara dengan laki-laki di dalam kapasitas dan di dalam melaksanakan mandat budaya. Di dalam keluarga, Allah telah menetapkan peraturan bagi suami tentang bagaimana memperlakukan istri dengan meneladani Kristus yang mengasihi jemaat dengan tanpa syarat. Perempuan ditempatkan di bawah kepemimpinan laki-laki dengan maksud untuk dikasihi, dilindungi dan diperhatikan kesejahteraannya bahkan suami harus rela berkorban untuk istrinya sama seperti Kristus yang rela berkorban untuk menyelamatkan gereja-Nya. Cynthia M. Campbell, “Feminist Theologies and the Reformed Tradition” dalam Major Theses in the Reformed Tradition, Donald K. Mc Kim, ed. Grand Rapids William B. Eerdmans Publishing Company, 1992, 428. ... Perbincangan tentang kesetaraan gender di Indonesia sudah ada sejak tahun 1990-an. Hal ini ditandai dengan adanya gerakan feminisme di Indonesia yang menuntut agar kaum perempuan mendapatkan hak-hak yang sama di lingkungan masyarakat Gunawan, 2017. Walaupun demikian, sebagian besar orang khususnya yang tinggal di berbagai wilayah desa di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. ... Yunardi Kristian ZegaGender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. AbstrakKesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di Yosua Sualang Samgar Setia BudhiJani JaniGenesis 2 deals a lot with a description of the time, reason, manner and outcome of Genesis regarding the creation of male and female relationships, especially the second part in Genesis 218-25. The scope of the discussion 218-22 is widely discussed using contemporary issues with the lens of social, psychology and anthropology. Likewise, the issues of biblical research on its use of canonical and non-canonical texts. By using the sub-hermeneutic qualitative method Exegesis, the author finds that God's initiative for the purpose of His creation to humans can be observed through repetion parallelism stair parallelism in the scope of Genesis 218-22 “God said…,” “God formed… ,” God created…” and “God created…”. This can be observed when initiative God created a woman by observing the word image and likeness of God, so as not to emphasize the superiority and inferiority between men and women. Kejadian 2 banyak membahas suatu deskripsi waktu, alasan, cara dan hasil mengenai Kejadian penciptaan hubungan laki-laki dan perempuan, khususnya bagian kedua dalam kejadian 218-25. Lingkup pembahasan 218-22 banyak dibahas dengan menggunakan isu-isu kontemporer dengan lensa sosial, psikologi, antropologi. Begitu pun, isu-isu penelitian biblika terhadap penggunaannya terhadap teks kanonik dan non-kanonik. Dengan menggunakan metode kulitatif sub-hermeneutik Eksegesis, penulis menemukan bahwa inisiatif Allah atas tujuan ciptaanNya kepada manusia dapat diperhatikan melalui paralelisme repetisi paralelisme bertangga dalam lingkup Kejadian 218-22 “Tuhan Allah berfirman…,” “Tuhan Allah membentuk…,” Tuhan Allah membuat…” dan “Tuhan Allah menciptakan…”. Ini dapat dicermati ketika inisiatif Allah menciptakan seorang perempuan dengan mencermati kata gambar dan rupa Allah, sehingga tidak menekankan superioritas dan inferioritas antara laki-laki dan Eduard SiraitLatar belakang penelitian ini adalah ketidakmampuan pemerintah mewujudkan kesetaraan pendidikan bagi warga negara Indonesia, termasuk akses dan kualitasnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kesetaraan pendidikan dari perspektif kristiani. Fokus penelitian ini berada pada percakapan dan analisis kesetaraan pendidikan. Harapannya, hasil riset ini dapat menjadi refleksi bagi institusi pendidikan Kristen untuk memikirkan kesetaraan pendidikan bagi warga gereja dan masyarakat pada umumnya. Penelitian ini memakai metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan pemikiran filosofis-teologis Kristiani. Penelitian ini melakukan studi literatur dengan pengumpulan informasi yang relevan. Hasil penelitian memperlihatkan kendala terwujudnya kesetaraan pendidikan, yaitu adanya komersialisasi pendidikan, sulitnya mencari donatur yang dermawan untuk pendidikan, rendahnya mutu sumber daya manusia dan faktor ekonomi masyarakat. Supaya dapat mewujudkan kesetaraan pendidikan tersebut maka pendidikan perlu mendapat sokongan gereja, lembaga pendidikan, melakukan pemberdayaan bagi masyarakat dan meningkatkan mutu paraktisi pendidik serta menyelenggarakan pendidikan Books of Genesis Chapters 1-17P VictorHamiltonVictor P. Hamilton, The Books of Genesis Chapters 1-17 Grand Rapids William Eerdmans Publishing Company, 1990, New Path to Liberalism?Wayne GrudemEvangelical FeminismWayne Grudem, Evangelical Feminism A New Path to Liberalism? Wheaton Crossway Books, 2006, 11.
Bagisebagian orang, ayat ini hanya bicara tentang status di dalam Kristus yang tidak terkait dengan isu gender, anti perbudakan, atau rasisme. Namun, justru di dalam ayat ini Paulus sedang menegaskan suatu prinsip kesetaraan yang penting di dalam Kristus yang mendobrak dan menghancurkan tembok-tembok perbedaan status tuan-hamba, pria-wanita
Gender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. AbstrakKesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di gereja. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 160 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Didaché Journal of Christian Education Vol. 2, No. 2 2021 160–174 e-ISSN 2722-8584 Published by Sekolah Tinggi Teologi Simpson Ungaran DOI Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya Bagi Pendidikan Agama Kristen Yunardi Kristian Zega Universitas Kristen Indonesia email yunardichristian Abstract Gender equality is still an interesting issue to be discussed today. Most people, especially those living in various regions in Indonesia, still misinterpret this. Gender equality is seen as an act that puts women first. In Christian circles, this thought is caused by Christian leaders in the past who gave teachings about gender who had unfair treatment between men and women. To provide a solution to these problems, the author uses qualitative research with the literature study method. The author finds that, gender is a characteristic that can be exchanged between each other and can be shared by both. Allah distinguishes the sexes but does not differentiate between the roles of the two. Thus, PAK plays a vital role in building gender understanding in the family and community, especially in the field of education, and in the field of education. Keywords bible; gender; Christian education Abstrak Kesetaraan gender masih menjadi isu menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Sebagian besar masyarakat khususnya yang tinggal di berbagai wilayah di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan menomorsatukan perempuan. Dalam lingkungan Kristen, pemikiran ini disebabkan karena adanya para tokoh Kristen di masa lalu yang memberikan ajaran tentang gender yang membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan. Untuk memberi solusi permasalahan tersebut, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka. Penulis menemukan bahwa, gender adalah sebuah karakteristik yang dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Allah membedakan jenis kelamin manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK berperan penting untuk membangun pemahaman kesetaraan gender di dalam lingkungan keluarga, masyarakat khususnya di bidang pendidikan, dan di gereja. Kata kunci Alkitab; gender; pendidikan agama Kristen This is an open access article under the CC BY-SA license Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 161 Pendahuluan Kesetaraan gender masih menjadi sebuah isu yang menarik untuk diperbincangkan hingga saat ini. Perbincangan tentang kesetaraan gender di Indonesia sudah ada sejak tahun 1990-an. Hal ini ditandai dengan adanya ge-rakan feminisme di Indonesia yang menuntut agar kaum perempuan menda-patkan hak-hak yang sama di lingkungan masyarakat Gunawan, 2017. Walau-pun demikian, sebagian besar orang khususnya yang tinggal di berbagai wilayah desa di Indonesia, masih salah mengartikan hal tersebut. Kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan dan keinginan untuk menomorsatukan perempuan yang ada di berbagai belahan dunia Fauziah, Mulyana, & Raharjo, 2015. Karena masih adanya pemahaman masyarakat yang seperti itu, masyarakat sadar atau tidak sadar membuat suatu perlakuan yang tidak adil terhadap kaum perem-puan, dimana kaum perempuan dianggap sebagai orang yang lemah, perlu dike-sampingkan dan dinomorduakan peran dan fungsinya di kehidupan bermasya-rakat. Dengan demikian, peran yang kaitannya dengan urusan publik diambil alih oleh kaum laki-laki, sedangkan kaum perempuan hanya diberikan peran yang berurusan dengan rumah tangga. Beberapa tokoh terkenal di dalam Kekristenan di masa lalu juga pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai hal kesetaraan gender di lingkungan masyarakat. Dalam menyatakan pendapat, mereka sering menggunakan Alkitab sebagai pendukung tafsirannya tersebut. Adapun beberapa tokoh Kekristenan tersebut, sebagai berikut 1 Johanes Calvin mengatakan, perempuan diciptakan lebih rendah dari laki-laki, sehingga perempuan memiliki peran nomor dua dalam hal menentukan fungsinya dalam kehidupan masyarakat, terlebih dalam urusan kepemimpinan publik Murfi, 2014; 2 Thomas Aquinas mengatakan, perempuan adalah manusia yang diciptakan dari laki-laki yang cacat dan me-miliki kekurangan; 3 Immanuel Kant berpendapat, perempuan memiliki pera-saan kuat, cantik, anggun, lemah-lembut, dan sebagainya, namun perempuan kurang dalam aspek kognitif yang berkaitan dengan nalar, sehingga perempuan tidak dapat untuk memutuskan tindakan moral yang tepat. Oleh karena itu, perempuan tidak layak untuk mengambil peran yang lebih luas di dalam ling-kungan masyarakat Kania, 2012. Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh Kristen di atas, sadar atau pun tidak sadar, penafsiran seperti ini membuahkan perlakuan tidak adil antara laki-laki dengan perempuan, khususnya di lingkungan jemaat Kristen. Oleh sebab itu, pe-nulis merasa penting untuk membahas tentang kesetaraan gender dengan mem- 162 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 berikan pemahaman yang baik dan benar dan didasarkan pada ajaran Alkitab. Adapun tujuan penulisan ini, diharapkan ke depannya kesetaraan gender dapat diterapkan dan dilaksanakan dengan adil di dalam lingkungan Kekristenan. Remiswal mengatakan, kesetaraan gender adalah memberikan perlakuan yang adil antara perempuan dengan laki-laki dalam menentukan peran dan fungsinya di tengah lingkungan masyarakat. Perempuan dan laki-laki seharus-nya memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk memperoleh tugas, tanggung jawab, fungsi, dan haknya Remiswal, 2013. Dengan demikian, ke-setaraan gender bukanlah ingin membuat perempuan dapat menyaingi laki-laki dalam mengambil alih tugas, tanggung jawab, fungsi dan haknya, melainkan ialah untuk memberikan keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam menen-tukan perannya di kehidupan masyarakat. Jadi, peran para pendidik Kristen sangatlah penting untuk memberikan pemahaman Alkitab yang baik dan benar mengenai kesetaraan gender, baik yang ada di lingkungan keluarga, sekolah, maupun gereja. Metode Dalam penulisan artikel ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka library research. Dimana penulis, untuk mem-berikan solusi dari permasalahan yang diangkat dengan mengumpulkan berba-gai teori dan informasi dari bahan kepustakaan, seperti buku, kamus, jurnal, Alkitab, tafsiran, media daring, dan sumber-sumber lainnya. Kemudian, sum-ber-sumber tersebut adalah sumber yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan bahan-bahan yang digunakan dari sumber pustaka tersebut ter-diri dari konsep, pendapat, ide, dan gagasan yang telah dipilih oleh penulis berdasarkan kesesuaian terhadap pembahasan Zaluchu, 2021. Hasil dan Pembahasan Perbedaan Gender dengan Jenis Kelamin Sex Gender berasal dari bahasa Inggris, secara etimologi yang artinya jenis kelamin. Namun, dalam arti yang sesungguhnya pengertian gender berbeda dengan jenis kelamin sex secara biologis. Gender menurut terminologi adalah suatu konsep kultural/budaya yang berusaha untuk membuat perbedaan dalam hal peran, prilaku, mentalitas, dan karakteristik antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, gender dapat di- Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 163 definisikan sebagai sebuah harapan masyarakat terhadap laki-laki dan perem-puan dalam menentukan karakteristiknya Rokhmansyah, 2016. Perbedaan gender dan jenis kelamin, yaitu gender merupakan identitas yang didapat dalam proses bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat. Kon-sep gender membedakan laki-laki dan perempuan secara kultural/budaya, di mana laki-laki dianggap rasional, kuat, kekar, dan pemberani, sementara perem-puan emosional, cantik, lemah-lemut dan keibuan. Sifat-sifat yang diberikan ter-sebut tidak permanen, bisa berbeda dan dapat dipertukarkan antara satu sama lain. Sedangkan jenis kelamin merupakan identitas biologis yang bersifat alamiah yang merupakan pemberian dari Tuhan. Jenis kelamin merujuk pada identitas seksual yang bersifat fisik dan genetika. Laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala, dan memproduksi sperma. Laki-laki dewasa memiliki buah pelir, penis, dan prostate. Susunan kromosom laki-laki adalah XY dan pada saat-saat tertentu memproduksi lebih banyak androgen daripada estrogen. Perempuan memiliki alat reproduksi, rahim, saluran untuk melahirkan, mem-produksi telur, memiliki vagina, dan payudara. Perempuan dewasa memiliki indung telur, uterus, klitoris, dan labia. Susunan kromosom perempuan ialah XX dan pada saat-saat tertentu tubuh mereka memproduksi lebih banyak estrogen dibanding androgen. Organ-organ biologis ini menempel secara permanen pada laki-laki dan perempuan dan tidak dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain, terutama dalam hal fungsinya Zubaedah, 2010. Penjelasan di atas juga sejalan dengan yang dikatakan oleh Ruminiati dalam bukunya yang berjudul Sosio Antropologi Pendidikan Suatu Kajian Multikul-tural yang mengatakan, gender merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi oleh kebudayaan masyarakat. Gender merupakan perbedaan karakteristik yang tampak pada laki-laki dan perempuan berdasar-kan tingkah laku. Misalnya laki-laki kuat, kekar, rasional, dan pemberani, se-dangkan perempuan lemah-lembut, perasaan, dan keibuan Rumiati, 2016. Oleh karena itu, kesetaraan gender bukan ingin mempersalahkan kodrat yang Tuhan telah berikan kepada manusia, tetapi justru mengembalikan kodrat pada pro-porsi dan fungsi sosialnya, supaya dijalankan secara setara dan adil antara laki-laki dan perempuan. Tuhan menciptakan jenis kelamin, sementara manusia yang menciptakan perbedaan gender antara perempuan dengan laki-laki dalam ke-hidupan masyarakat. Dengan demikian, gender merupakan hal yang dapat dipertukarkan karena dikonstruksi oleh sosial budaya Murfi, 2014. 164 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, gender adalah suatu ka-rakteristik sifat pembeda antara laki-laki dan perempuan yang diciptakan oleh lingkungan sosial dan budaya. Misalnya laki-laki kuat, tegas, pemberani, ra-sional, pemimpin, dan sebagainya, sementara perempuan penyayang, perhatian, lemat-lembut, keibuan dan sebagainya. Walaupun demikian, karakteristik ter-sebut tidaklah bersifat kodrat melainkan dapat saling dipertukarkan antar satu sama lain, contohnya perempuan juga dapat menjadi seorang yang rasional, pe-mimpin, dan sebagainya. Sedangkan laki-laki juga dapat mejadi seorang yang lemah-lembut, penyayang, perhatian, dan sebagainya. Oleh sebab itu, seharus-nya karakteristik tersebut haruslah terlepas dari tindakan diskriminasi, karena laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam menentukan peran dan fungsinya di kehidupan masyarakat luas. Peran Gender di Lingkungan Masyarakat Peran gender dapat terbentuk melalui berbagai sistem nilai-nilai adat/bu-daya, pendidikan, agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peran gender bisa berubah dari waktu ke waktu, situasi, kondisi, dan tempat yang berbeda De Vries, 2006. Pada umumnya, ada 2 aliran yang tersebar di masyarakat luas ten-tang bagaimana cara memahami peran gender yaitu, aliran nature dan nurture. Aliran nature, di mana melihat perbedaan peran gender secara biologis. Misal, laki-laki kuat, kekar/berotot, mempunyai penis, dan sebagainya dan perempuan mempunyai tubuh yang lebih lemah, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Untuk itu, peran laki-laki dan perempuan tidak dapat saling dipertukarkan. Se-dangkan aliran nurture berpendapat, peran gender itu dikonstruksi oleh masya-rakat sosial dan dapat saling dipertukarkan oleh keduanya, seperti mencari naf-kah, menjadi pemimpin, menyelesaikan urusan domestik, urusan publik, dan sebagainya Remiswal, 2013. Jadi, dengan adanya perbedaan pemahaman yang dimiliki masyarakat tentang gender tesebut, akan membedakan bagaimana per-lakuan masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan dalam menentukan peran dan fungsinya. Selanjutnya, di dalam kebudayaan patriarkat, masyarakat memposisikan kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Dengan demikian, laki-laki layak dan harus berada di ruang publik. Kegiatan yang diberikan pada laki-laki di ruang publik berisikan aktivitas seperti keterlibatan di organisasi, struk-tural jabatan yang berkaitan dengan fungsinya sebagai atasan, bawahan, atau anggota kelompok, menjadi pemimpin, dan sebagainya. Sedangkan tugas-tugas Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 165 yang diberikan kepada perempuan, yaitu ruang domestik yang bersifat tertutup, berisikan aktivitas kerumahtanggaan seperti mengurus anak, mengurus dapur, memasak, menyuci, besih-bersih rumah, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam kebudayaan patriarkat laki-laki yang adalah kepala keluarga, jarang untuk me-ngerjakan tugas-tugas dalam mengurus rumah tangga dan anak Herdiansyah, 2016. Dalam keyakinan kaum Yahudi, laki-laki dianggap mempunyai peran yang paling penting daripada perempuan. Ketika laki-laki membuat suatu atur-an/norma, maka itu dianggap sebagai suatu kebenaran. Hal tersebut karena pemahaman orang-orang Yahudi mengenai gender dalam Kitab Perjanjian Lama menganggap bahwa, Allah sebagai Bapa menunjuk pada dominasi laki-laki, sehingga dasar untuk membuat aturan/norma kehidupan harus dari pandangan laki-laki. Dengan demikian, hal ini menciptakan sebuah ketidakadilan gender dalam kehidupan masyarakat yang menggeser perannya kaum perempuan, orang Yahudi menganggap martabat perempuan sama seperti pembantu. Dalam hal hukum waris, anak laki-laki berhak menjadi pewaris utama dari orang tuanya, sementara anak perempuan yang belum berumur 12 tahun, tidak berhak untuk menerima apa pun dari warisan tersebut. Dalam hukum Yahudi kedu-dukan seorang istri dan anak perempuan sangat lemah sekali, semua harta benda istri harus menjadi milik suaminya. Istri tidak berhak memiliki apa-apa selain maskawin yang diberikan kepadanya. Di samping itu, kaum perempuan wajib melakukan semua pekerjaan rumah, baik yang berat maupun ringan harus dikerjakan dengan taat Wibowo, 2015. Di dalam Kekristenan, beberapa tokoh juga mengungkapkan pendapat-nya mengenai peran gender. Salah satunya ialah Martin Luther. Luther masih memberikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, khususnya dalam hal memperoleh pendidikan. Namun berbeda dengan Erasmus yang justru sangat prihatin terhadap kebiasaan masyarakat dan peraturan gereja yang sering me-rendahkan perempuan, sehingga dia membuat tanggapan bahwa perempuan se-harusnya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki. Erasmus mengajar ke-pada warga Kristen supaya berpikir lebih manusiawi terhadap kemanusiaan se-mua perempuan Boehlke, 2018. Di sini dapat dilihat, di dalam Kristenan juga sudah sejak lama, ada tanggapan dan perlakuan yang berbeda dalam menen-tukan peran gender dalam lingkungan masyarakat Kristen. Berdasarkan perbedaan tanggapan dan perlakuan di atas, peran gender akan sangat mempengaruhi kontrol sosial dari masyarakat. Misal seharusnya 166 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 laki-laki memiliki sifat karakteristik lebih kuat dari perempuan, jika ada laki-laki yang lebih lemah dari perempuan, maka pemberlakuan kontrol sosial masya-rakat berlaku kepadanya. Kontrol sosial dari masyarakat bisa positif dan negatif. Kontrol positifnya masyarakat akan membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat dari perempuan, sedangkan kontrol negatifnya masyarakat akan mengejek atau menyindirnya karena dia lebih lemah dari perempuan, dan hal ini pun ber-laku sebaliknya kepada kaum perempuan Herdiansyah, 2016. Oleh karena itu, sangat penting adanya pendidikan yang memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat, sehingga ke depannya tidak ada lagi sikap diskriminasi yang dapat merugikan salah satu gender, khususnya di dalam lingkungan Kekristenan. Perspektif Alkitab tentang Kesetaraan Gender Bila gender ditafsirkan menggunakan Alkitab Perjanjian Lama PL de-ngan melihat siapa manusia yang lebih dulu diciptakan oleh Allah, maka itu ada-lah laki-laki Adam, kemudian Allah menciptakan perempuan Hawa untuk menjadi penolong laki-laki. Dengan demikian, posisi laki-laki dinomorsatukan dan perempuan diperbantukan sebagai nomor dua. Inilah tafsiran patriarkhal yang berabad-abad sudah lama menentukan paham Kekristenan Barth & Barth, 2017. Jones 2012 menjelaskan, berdasarkan fakta di dalam Alkitab laki-laki adalah manusia pertama yang diciptakan, setelah itu Allah menciptakan perem-puan dari tulang rusuk laki-laki untuk menjadi penolong laki-laki. Walaupun de-mikian, maksud Allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk laki-laki, bukan berarti kedudukan perempuan lebih tinggi atau pun lebih rendah. Di da-lam Kejadian 218 menjelaskan, Allah menciptakan perempuan sebagai penolong laki-laki yang sepadan, artinya sepadan bahwa laki-laki dan perempuan sejajar dari segi penciptaan Allah. Jadi, perempuan diciptakan Allah untuk laki-laki bukan sebagai budaknya, melainkan sebagai permaisuri yang sepadan dalam bahasa Ibrani kenegdo yang menunjukkan kepada kesesuaian dan kesamaan. Di dalam Kejadian 126-28 dapat dilihat bahwa, Allah menciptakan manusia, yakni laki-laki dan perempuan secara sejajar. Allah memberkati laki-laki dan perempuan serta memberikan hak dan peran yang sama untuk bertang-gung jawab mengurus segala ciptaan-Nya. Christoph Barth dan Marie-Claire Barth mengatakan, Allah menciptakan manusia bentuk tunggal, kemudian membuat mereka bentuk jamak. Di mana laki-laki disebut dengan kata sifat Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 167 maskulin dan perempuan dengan kata sifat feminim. Hal ini menunjukkan bahwa, tidak ada manusia lain yang diciptakan Allah, selain dari jenis maskulin dan feminim. Baik maskulin dan feminim, keduanya sama-sama merupakan ma-nusia yang mencerminkan gambar Allah serta keduanya juga diberkati dan di-berikan kuasa yang sama oleh Allah di dunia ini Barth & Barth, 2017. Jadi, wa-laupun laki-laki dan perempuan diciptakan Allah dengan jenis yang berbeda secara biologis dan memiliki karakteristiknya masing-masing, namun Allah ti-dak membuat perlakuan yang berbeda terhadap keduanya, melainkan membe-rikan tugas dan tanggungjawab yang setara/seimbang, serta memberkati kedua ciptaannya tersebut. Di dalam kisah perjanjian baru juga menceritakan bahwa, Yesus sangat menentang diskriminasi yang terjadi pada zaman-Nya. Yohanes 82-11 mence-ritakan, ketika orang-orang Yahudi menangkap seorang perempuan yang berzi-nah, kemudian mereka membawanya kepada Yesus dan meminta untuk meng-hukum perempuan tersebut, namun Yesus tidak menuruti permintaan mereka. Dalam kisah tersebut dapat dilihat, orang-orang Yahudi tersebut hanya me-nangkap perempuan yang berzinah tetapi tidak menangkap laki-laki yang ber-zinah. Oleh karena itu, Yesus dengan tegas mengatakan kepada mereka “bagi barang siapa yang merasa tidak berdosa hendaknya ia yang pertama kali me-rajam perempuan ini.” Yoh. 87 Perkataan Yesus ini menunjukkan bahwa, Yesus menentang tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang Ya-hudi tersebut. Hal ini dilakukan Yesus karena, Yesus sangat menjunjung tinggi kesetaraan gender. Yesus paham bahwa Allah saja tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan Telnoni, 2020. Oleh karena itu, perlakuan yang tidak adil dan diskriminasi tersebut, hanyalah perbuatan yang dibuat oleh manusia. Adapun ayat-ayat Alkitab yang menjelaskan tentang kesetaraan gender dapat ditemukan dalam Kejadian 3412; Keluaran 217; Imamat 121-5; Ulangan 241-4; Samuel 1825; Nehemia 6 Galatia 328 dan lainnya. Kalau kita dapat memahami ayat-ayat ini dengan baik, kita akan menemukan bahwa ayat-ayat ini memperlihatkan laki-laki dan perempuan dengan status sosial yang sama Telnoni, 2020. Kalintabu 2020 mengatakan, Allah dan Yesus memandang laki-laki dan perempuan tidak ada yang inferior dan superior, melainkan keduanya memiliki derajat yang sama dan memiliki kesempatan yang sama untuk me-nikmati anugerah Allah. Jadi, walaupun laki-laki dan perempuan sederajat, na-mun mereka bukanlah serupa. Karena kesederajatan dan keserupaan adalah dua hal yang berbeda. 168 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Beberapa contoh tokoh yang ada di dalam Alkitab, di mana perempuan memiliki karakteristik yang seharusnya dimiliki laki-laki seperti kuat, tegas, pe-mimpin, dan pemberani. Begitu pun sebaliknya dengan laki-laki yang memiliki karakteristik yang lemah lembut, penyabar, perhatian, dan penyayang, sebagai berikut Dalam Kitab Hakim-Hakim Pasal 4 menceritakan kisah seorang perem-puan yang bernama Debora. Orang-orang Israel pada masa itu, menghadap De-bora untuk berhakim kepadanya. Debora memiliki karisma yang sangat kuat, ka-rena dia juga adalah seorang nabiah Bruce, 2012. Dalam KBBI, karisma adalah suatu keadaan atau bakat yang luar biasa dalam hal kepemimpinan serta atribut kepemimpinan. Pranoto 2020 mengatakan, pemimpin yang berkarisma memi-liki otoritas dan kemampuan dalam memotivasi para pengikutnya. Di dalam se-bagian budaya masyarakat, karateristik tersebut dituntut agar dimiliki oleh kaum laki-laki saja, akan tetapi karakteristik ini Allah berikan kepada Debora. Di sini dapat dilihat bahwa, Allah tidak membedakan/ memisah-misahkan peran antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu, Perem-puan juga bisa menjadi se-orang pemimpin yang kuat, tegas, pemberani, dan bijaksana dalam memberikan keputusan, khususnya di lingkungan publik. Selain Debora masih banyak lagi para tokoh perempuan yang dipakai Allah baik dalam kepemimpinannya mau-pun perannya di lingkungan publik, seperti kisah Miryam seorang perempuan pemberani yang menjadi pemimpin bersama Musa dan Harun, serta memiliki gelar nabiah Kel. 1520, Mik. 64, Hulda adalah seorang perempuan yang mem-punyai gelar nabiah dan sangat dihormati pada zaman Raja Yosia, ia adalah se-orang pemimpin rohani yang sangat disegani dan dihormati pada zaman itu 2 Raj. 2214, 2 Taw. 3422, dan Ester seorang perempuan pemberani yang telah menjadi penyelamat dan pahlawan bagi umat Israel Est. 71-10. Cerita sebaliknya juga dapat dilihat dalam Kejadian pasal 37-45 seorang laki-laki yang bernama Yusuf. Dalam kisah tersebut menceritakan, Yusuf men-dapat perlakukan yang tidak baik dari saudara-saudaranya. Walaupun demi-kian, Yusuf diberikan Allah karakteristik yang lemah lembut, penyabar, perha-tian, penyayang, dan mudah memaafkan terhadap perlakuan saudara-saudara-nya. Karakteristik tersebut seharusnya dimiliki oleh kaum perempuan, namun Yusuf juga memilikinya meskipun dia laki-laki. Selain Yusuf masih banyak lagi laki-laki di dalam Alkitab yang memiliki karakteristik tersebut, seperti cerita Ishak dengan gembala-gembala Gerar yang mengakui sumur kepunyaan Ishak sebagai milik mereka, namun Ishak selalu mengalah, sabar dan tetap rendah hati Kej. 261-31. Kemudian, seorang laiki-laki bernama Yesaya yang memiliki sikap Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 169 yang sangat lembut dan rendah hati Yes. 65. Yesus Kristus yang memiliki karakteristik yang lemah lembut, pengasih, dan penyayang kepada semua orang Mat. 85-7; 1129. Rasul Paulus yang memiliki karakteristik yang rendah hati 1 Kor. 24-5; 158-10; 1 Tim. 115-16, dan masih banyak lagi tokoh Alkitab lainnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, peran gender me-rupakan sebuah karakteristik yang bisa saling dipertukarkan antara laki-laki dengan perempuan dan karakteristik tersebut juga dapat dimiliki oleh kedua-nya. Barth mengatakan, manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan meru-pakan mitra yang sederajat dan hendaknya saling tolong menolong tidak hanya di dalam keluarga, melainkan juga di lingkungan masyarakat publik. Demi-kianlah manusia menurut rencana Allah, Allah membedakan jenis kelamin ma-nusia namun tidak membuat perbedaan peran antara keduanya Barth & Barth, 2017. Oleh karena itu, kesetaraan gender perlu untuk dibangun dalam masya-rakat luas, sehingga laki-laki dan perempuan dapat lebih leluasa untuk mengem-bangkan kemampuan dan potensi yang ada di dalam dirinya, tanpa ada rasa takut karena adanya bayang-bayang dari perbedaan gender yang diciptakan oleh budaya masyarakat. Implikasinya bagi Pendidikan Agama Kristen Pendidikan agama Kristen PAK merupakan suatu pelayanan dalam bidang pendidikan yang memberikan pondasi pengajaran iman Kristen bagi peserta didik melalui keluarga, gereja, dan sekolah Nainggolan & Zega, 2021. Seorang pendidik PAK haruslah menjadikan dasar utama dalam setiap penga-jarannya berdasarkan pengetahuan Alkitab yang baik dan benar, khususnya dalam mengajarkan kesetaraan gender. Murfi 2014 mengatakan, pendidikan agama tentang kesetaraan gender bertujuan untuk memberikan perlakuan yang adil antara perempuan dan laki-laki dalam menentukan perannya, sehingga laki-laki dan perempuan memiliki peluang dan kesempatan yang sama untuk mem-peroleh tugas, tanggung jawab, fungsi dan haknya dalam masyarakat. Oleh karena itu, peran PAK dalam membangun kesetaraan gender sangatlah penting, baik dalam kehidupan berkeluarga, lingkungan pendidikan sekolah, maupun dalam lingkungan gereja. Implikasi Bagi Kehidupan Berkeluarga Dalam membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, suami dan istri harus saling bekerjasama dan tolong-menolong membangun 170 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 kehidupan keluarga agar menjadi lebih baik dari sisi keharmonisan keluarga, ekonomi keluarga, serta pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak. Adapun beberapa cara dalam membangun kesetaraan gender dalam kehidupan berkeluarga, antara lain Pertama, dalam mengajarkan PAK keluarga tentang kesetaraan gender, orang tua perlu memiliki pemahaman yang baik dalam me-mahami Alkitab, di mana para orang tua harus paham tentang perbedaan jenis kelamin yang diciptakan oleh Allah dan perbedaan peran gender yang terbentuk dalam budaya masyarakat. Dengan demikian, orang tua dapat mengambil ke-putusan dalam menentukan perilakunya dalam kehidupan berumah tangga, serta dapat mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kesetaraan gender yang berdasarkan kebenaran Alkitab. Kedua, dalam mengambil setiap keputusan di dalam keluarga sebaiknya tidak hanya di dasarkan oleh keputusan dari suami saja. Namun, kepala keluarga suami perlu mengajak istri dan anggota keluarga lainnya untuk sama-sama berunding mencari jalan keluar dari setiap permasalahan yang dihadapi oleh semua anggota keluarga, serta selalu memberi kesempatan kepada istri dan anggota keluarga lainnya untuk mengemukakan pendapat dan mempertim-bangkan setiap pendapat yang telah disampaikan Putri & Lestari, 2015. Ketiga, dalam mengelolah keuangan sebaiknya suami tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah tunggal, melainkan istri juga dapat bekerja untuk menambah penghasilan ekonomi keluarga, seperti banyak perempuan yang bekerja di kantor, di pabrik, berjualan di pasar dan sebagainya, sehingga perempuan tidak hanya mengurusi wilayah domestik saja seperti mengurus rumah tangga, memasak, menyuci, menyapu, dan sebagainya Putri & Lestari, 2015. Keempat, dalam mengasuh anak sebaiknya tidak hanya dibebankan kepada istri saja, melainkan tugas dan tanggungjawab bersama suami-istri. Untuk itu, kedua orang tua harus bekerjasama atau pun saling bergantian untuk mengawasi serta memberikan nasihat kepada anak-anaknya Putri & Lestari, 2015. Kelima, dalam memberikan didikan dan kasih sayang kepada anak-anak, orang tua harus berlaku adil baik perempuan maupun laki-laki harus diberikan didikan dan kasih sayang yang adil tanpa melihat perbedaan jenis kelamin Zega, 2021. Implikasi Bagi Lingkungan Pendidikan Sekolah Dalam membangun kesetaraan gender dalam masyarakat luas khususnya dalam lingkungan pendidikan sekolah. Guru PAK mempunyai peran yang cu- Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 171 kup penting dalam memberikan pemahaman yang baik bagi siswa-siswinya tentang kesetaraan gender, adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh guru PAK dan sekolah, antara lain Pertama, guru PAK perlu membangun sikap sensitif gender. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sepadan. Jadi, tidak ada yang lebih dominan antara gender laki-laki dan perempuan Kej. 218. De-ngan tetap mempertimbangkan nilai-nilai kodrati, penerapan gender dalam pembelajaran di sekolah harus proporsional kepada semua siswa-siswinya Indrapangastuti, 2014. Untuk itu, seorang guru PAK harus memiliki pema-haman yang baik tentang kesetaraan gender. Kedua, perlu merumuskan reorientasi kurikulum pendidikan sekolah alternatif yang sensitif gender, sehingga saling menghormati satu sama lain an-tara laki-laki dan perempuan tanpa melihat perbedaan secara biologis Efendy, 2014. Ketiga, perlu mengimplementasikan program perwujudan kesetaraan hak pendidikan antara anak perempuan dan anak laki-laki dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan Efendy, 2014. Keempat, perlu memberikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengaktualisasikan diri dalam proses kegiatan belajar-mengajar di sekolah Efendy, 2014. Kelima, guru PAK haruslah seorang yang mempunyai keteladan yang baik dalam mewujudkan kesetaraan gender dan tidak bersikap diskriminatif kepada salah satu gender. Keenam, guru PAK harus memiliki sensitifitas terhadap permasalahan gender yang terjadi di lingkungan sekolahnya. Implikasi Bagi Lingkungan Gereja Dalam lingkungan gereja, perempuan juga memiliki hak yang sama dalam melayani Allah. Allah menciptakan jenis kelamin, sementara manusialah yang menciptakan perbedaan gender bagaimana menjadi perempuan dan laki-laki. Oleh sebab itu, lingkungan gereja seharusnya dapat bersikap bijak dalam menyikapi hal tersebut, karena laki-laki dan perempuan adalah makluk ciptaan Allah yang diciptakan setara dan sejajar serta sama-sama telah diberkati Allah. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan agar jemaat memiliki pemahaman mengenai kesetaraan gender yang adil dalam lingkungan gereja, antara lain Pertama, membuat Pendalaman Alkitab PA dengan penafsiran yang baik dan benar dalam memberikan pemahaman tentang kesetaraan gender, khususnya dalam memberikan penafsiran kitab Perjanjian Lama tentang penciptaan laki-laki dan perempuan. 172 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Kedua, memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perem-puan untuk memajukan pelayanan gereja, misalnya dalam membuat rapat ke-pengurusan gereja perlu melibatkan kaum perempuan serta menghargai dan mempertimbangkan setiap pendapat mereka. Ketiga, Memberikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengaktualisasikan diri dalam segala bentuk kegiatan dan aktivitas pelayanan di gereja. Keempat, Memberikan semi-nar kepada para jemaat dan orang-orang Kristen lainnya tentang kesetaraan gen-der di kalangan Kristen, sehingga semakin banyak jemaat Kristen yang mem-punyai pemahaman yang benar mengenai kesetaraan gender, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, dan gereja. Rekomendasi Penelitian Lanjutan Pengimplementasian kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat Kristen, baik di dalam keluarga, gereja, dan masyarakat luas merupakan hal yang penting untuk diterapkan sehingga tidak muncul perlakuan yang diskri-minatif antara laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu, penelitian selanjutnya dapat mengembangkan dan mengkaji tentang langkah-langkah apa saja yang dapat ditempuh gereja dalam menghadapi permasalahan-permasalahan menge-nai kesetaraan gender yang masih terjadi hingga saat ini, khususnya di ling-kungan gereja. Pembahasan lanjutan ini akan menarik dalam memperkaya ka-jian-kajian tentang kesetaraan gender yang Alkitabiah. Kesimpulan Gender adalah suatu karakteristik sifat pembeda antara laki-laki dan pe-rempuan yang terbentuk baik dalam lingkungan sosial maupun budaya. Misal-nya laki-laki harus kuat, tegas, pemberani, rasional, pemimpin dan sebagainya, sementara perempuan penyayang, perhatian, lemat-lembut, cengeng, keibuan dan sebagainya. Oleh karena itu, karakteristik tidaklah bersifat kodrat atau dapat saling dipertukarkan antara satu sama lain dan seharusnya karakteristik tersebut terlepas dari tindakan diskriminasi masyarakat. Di dalam Alkitab menjelaskan bahwa gender adalah sebuah karakteristik yang bisa saling dipertukarkan antara satu sama lain dan dapat dimiliki oleh keduanya. Dalam kitab kejadian melihat manusia dalam bentuk laki-laki dan perempuan sebagai mitra yang setingkat dan sederajat yang hendaknya saling tolong-menolong, tidak di keluarga saja, melainkan juga di lingkungan publik. Demikianlah manusia menurut rencana Allah, Allah membedakan jenis kelamin Y. K. Zega, Perspektif Alkitab Tentang Kesetaraan Gender dan Implikasinya …. 173 manusia tetapi tidak membedakan peran antara keduanya. Dengan demikian, PAK memiliki peran yang penting untuk memberikan kesetaraan gender yang adil baik di dalam lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat khususnya pendidikan sekolah, maupun di lingkungan gereja. Rujukan Barth, C., & Barth, M. C. 2017. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta BPK Gunung Mulia. Boehlke, R. R. 2018. Sejarah Perkembangan Pikiran & Praktek Pendidikan Agama Kristen Dari Plato Sampai Ignatius Loyola. Jakarta BPK Gunung Mulia. Bruce, F. F. 2012. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester, Terj. Sijabat. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. De Vries, D. W. 2006. Gender Bukan Tabu Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi. Bogor Center For International Foresty Research. Efendy, R. 2014. Kesetaraan Gender Dalam Pendidikan. Jurnal Al-Maiyyah, 72, 142–165. Fauziah, R., Mulyana, N., & Raharjo, S. T. 2015. Pengetahuan Masyarakat Desa Tentang Kesetaraan Gender. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 22. Gunawan, L. 2017. Kesetaraan dan Perbedaan Laki-laki dan Perempuan Kritik terhadap Gerakan Feminisme. Societas Dei Jurnal Agama Dan Masyarakat, 32, 288. Herdiansyah, H. 2016. Gender Dalam Perspektif Psikologi. Jakarta Salemba Humanika. Indrapangastuti, D. 2014. Praktek dan Problematik Pendidikan Multikultural di SMK. Jurnal Pembangunan Pendidikan Fondasi Dan Aplikasi, 21, 13–25. Jones, H. R. 2012. Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian-Ester. Jakarta Yayasan Komunikasi Bina Kasih. Kalintabu, H. 2020. Kajian Teologis Tentang Perempuan dan Peranannya dalam Pendidikan Agama Kristen Gereja. Jurnal Shanan, 41, 57–72. Kania, D. D. 2012. Isu Gender Sejarah Dan Perkembangannya. Murfi, A. 2014. Bias Gender dalam Buku Teks Pendidikan Agama Islam dan Kristen. Jurnal Pendidikan Islam, 32, 267. 174 Didaché Journal of Christian Education, Vol. 2, No. 2 2021 Nainggolan, J. P., & Zega, Y. K. 2021. Konsep Kelompok Sel Sebagai Revitalisasi Pendidikan Agama Kristen Dalam Gereja. TELEIOS Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 11, 15–29. Pranoto, M. M. 2020. Sisi Gelap Kepemimpinan Pentakostal-Karismatik. GEMA TEOLOGIKA Jurnal Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian, 52, 175. Putri, D. P. K., & Lestari, S. 2015. Pembagian Peran Dalam Rumah Tangga Pada Pasangan Suami Istri Jawa. Jurnal Penelitian Humaniora, 161, 72–85. Remiswal. 2013. Menggugah Partisipasi Gender di Lingkugan Komunitas Lokal. Yogyakarta Graha Ilmu. Rokhmansyah, A. 2016. Pengantar Gender dan Feminisme Pemahaman Awal Kritik Sastra Feminisme. Samarinda Penerbit Garudhawaca. Rumiati. 2016. Sosio Antropologi Pendidikan Suatu Kajian Multikultural. Malang Gunung Samudera. Telnoni, B. 2020. Peran Pendidikan Agama Kristen Dalam Membelajarkan Kesetaraan Gender Pada Anak Usia Dini. Jurnal Abdiel Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen Dan Musik Gereja, 42, 167–179. Wibowo, F. 2015. Gender dalam Perspektif Yahudi. Zaluchu, S. E. 2021. Metode Penelitian di dalam Manuskrip Jurnal Ilmiah Keagamaan. Jurnal Teologi Berita Hidup, 32, 249–266. Zega, Y. K. 2021. Pendidikan Agama Kristen dalam Keluarga Upaya Membangun Spiritualitas Remaja Generasi Z. JURNAL LUXNOS, 71, 105–116. Zubaedah, S. 2010. Mengurai Problematika Gender Dan Agama. Jurnal Studi Gender & Anak, 52, 243–260. ... Hal ini disebabkan oleh budaya patriarki yang sudah berlangsung lama yang telah menundukkan perempuan di bawah otoritas laki-laki selama ribuan tahun. Pengejaran kesetaraan gender terus menjadi wacana yang menarik, sebagaimana dibuktikan oleh upaya gerakan feminis Indonesia untuk menuntut persamaan hak bagi perempuan dalam masyarakat Zega, 2021. Di berbagai belahan dunia, gagasan paritas gender dianggap sebagai upaya atau cita-cita yang mengutamakan pemberdayaan perempuan Fauziah, Mulyana, & Raharjo, 2015. ...Fransesco Agnes RanubayaYohanes EndiThe Catholic Church has always provided space to fight for justice and gender equality to fulfill God's mission in the world. Women's lives have changed dramatically over the past quarter century. Progress on gender equality remains limited. The still strong patriarchal culture prolongs the suffering of the helpless and complicates the struggle and change toward justice and gender equality. Discrimination against women is a common problem in almost all occupations, even in most parts of the world. It can be understood that gender is a distinction that is neither biological nor divine nature. The purpose of this study is to raise the theme of gender equality which is discussed based on Church documents, namely Gaudium Et Spes art. 9 and art. 29. This research uses a type of library research, which has the aim of tracing and analyzing data or information about the essence of Gaudium Et Spes Article 9 and Article 29 documents concerning Gender Equality. The contribution of Gaudium Et Spes Art. 9 and Art. 29 is that the similarities between men and women are through the institution of goodwill in the sense that both men and women participate in what the church stands for, which is the struggle to shape human life more humanely. The Catholic Church also stressed that this will take a long time, considering that the fight for gender equality is not easy, especially in a world that is heavily influenced by patriarchy. In addition, this research is useful to open horizons regarding gender equality and everyone, both men and women, realize the differences that exist as God's goodwill. Through this document, the Church strives to think about how gender issues are taken seriously to avoid injustices in public PasangPenting untuk memahami arti kata sepadan karena persoalan di seputar laki-laki dan perempuan, suami dan isteri bukanlah sesuatu yang baru karena telah terjadi sejak kejatuhan manusia dalam dosa sebagaimana dijelaskan dalam Kejadian 3. tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan makna kata "sepadan" dalam Kejadian 218 sebagai pedoman bagi relasi suami-isteri dalam keluarga kristen. Dalam mengkaji topik ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi literatur dan eksegese teks Kejadian 218. Kesimpulan menjadi "sepadan" tidak hanya bergantung pada satu pribadi tertentu saja melainkan memerlukan peranan dari semua aspek yang ada di dalamnya baik sebagai seorang suami laki-laki, perempuan isteri, dan anak-anak sehingga menjadi satu keluarga yang utuh secara khusus dalam konteks sebagai keluarga SetiantoThe issue of Gender does not yet have a common ground. Women are always considered weak and helpless human beings. However, in some ethnic groups in Indonesia, the opposite is true. Men are deemed to have no value to women. This study aims to examine the concept of gender equality from a biblical perspective. As the primary source of teaching authority, the Bible provides a solid picture of gender equality. The research method used is exploratory qualitative. The results of the study state that the Bible consistently discusses the principle of gender equality. Because gender equality is essential, many activists voice this principle in the struggle for human rights. Therefore, viewing humans as the noblest created beings is the basis for this struggle for gender equality. Thus, opportunities and responsibilities in all aspects of life own by all humans and created by agama Kristen berlangsung secara normatif-ritualistik-konvensional dan cenderung membatasi diri pada perubahan serta menunjukkan praksis di zona nyaman. Praksis semacam itu mengindikasikan bahwa kepedulian dan kepekaan dalam dinamika PAK hanyalah menjadi tugas orang-orang tertentu. Kerapuhan praksis PAK semakin terlihat ketika berjumpa pada masa dimana kecekatan, kapasitas dan kualitas menjadi orientasi dalam sistem sosial. PAK harus mampu menghadapi berbagai isu sosial sekaligus berupaya memperkokoh pondasi serta menjadi jawaban atas kebutuhan dan pergumulan hidup orang-orang. Oleh karena itu, PAK harus direkonstruksi secara kontekstual dan inovatif sehingga PAK benar-benar hadir menjadi wahana dimana orang-orang dapat belajar memaknai hidup dan berdampak bagi banyak orang. Dengan metode penelitian deskriptif-analitis, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai persoalan dalam praktik PAK, baik di sekolah, gereja dan keluarga atau masyarakat, serta menghadirkan rumusan strategi yang kontekstual dan inovatif dalam praksis PAK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perhatian PAK tidak hanya sebatas di sekolah, masyarakat atau keluarga dan gereja namun lebih luas menjangkau isu-isu sosial lainnya yang melekat dengan tugas dan panggilan PAK. Berbagai permasalahan atau fenomena yang terjadi dalam kaitannya dengan praksis PAK menegaskan pentingnya upaya rekonstruksi strategi PAK yang kontekstual dan inovatif. Rekonstruksi strategi PAK dimaksudkan agar memperkuat bangunan PAK yang rapuh dan tidak adaptif dengan perkembangan dan kemajuan zaman dewasa RinuktiHarls Evan R. SiahaanAgustin Soewitomo PutriThis manuscript is a study considering to the phenomenon of gender discrimination that still occurs in Christianity. The purpose of this study was to construct the idea of gender equality and justice within the framework of Pentecostal Hospitality Theology. The method used in this research was descriptive analysis and constructive argumentative using literature data related to Hospitality Theology, especially, the Pentecostalism’s response to the issue of gender equality and justice. As a result, Hospitality Theology is a theological construction that expresses openness to all differences equally and fairly. In conclusion, Pentecostal Hospitality Theology cannot be separated from the event of the outpouring of the Holy Spirit. It departs from the narrative virtues of the early church which welcomed different and foreign identities in equality and justice. Abstrak. Naskah ini merupakan sebuah kajian yang memperhatikan fenomena diskriminasi gender yang masih terjadi di kekristenan. Tujuan kajian ini adalah mengonstruksi ide kesetaraan dan keadilan gender dalam bingkai Teologi Hospitalitas Pentakostal. Metode dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan argumentatif konstruktif dengan menggunakan data literatur yang terkait dengan Teologi Hospitalitas, khususnya sikap Pentakostalisme terhadap isu kesetaraan dan keadilan gender. Hasilnya, Teologi Hospitalitas merupakan konstruksi teologis yang mengekspresikan keterbukaan pada segala perbedaan secara setara dan berkeadilan. Sebagai kesimpulan, Teologi Hospitalitas Pentakostal tidak dapat dilepaskan dari peristiwa pencurahan Roh Kudus dan berangkat dari virtue naratif jemaat mula-mula yang menyambut identitas berbeda dan asing dalam kesetaraan dan Piter Nainggolan Yunardi YunardiAbstrakKelompok sel di gereja terhadap anak, remaja/pemuda, serta orangtua bertujuan untuk mengajar dan memperlengkapi pelayanan gereja sehingga terjadi multiplikasi. Kelompok sel harus diawali dengan melayani Tuhan, berdoa, dan berada dalam sebuah kesatuan. Kelompok sel merupakan kelompok kecil yang tidak lebih dari 12 orang untuk bertemu secara teratur sebagai sarana agar tiap anggota dapat mempelajari firman Tuhan dan membagikan pengalaman hidup dalam suasana persaudaraan yang akrab dan menyenangkan untuk bertumbuh pada pengenalan akan Yesus Kristus. Perlu adanya kegiatan kelompok sel di gereja karena ibadah yang dilaksanakan pada hari minggu, umumnya tidak akan dapat memenuhi kebutuhan tersebut karena ibadah hari minggu hanya komunikasi satu arah. Oleh karena itu, penulis dalam artikel ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana prinsip kelompok sel sebagai revitalisasi pendidikan agama Kristen di gereja kepada setiap anggota jemaat. Hasil dari penelitian ini adalah kelompok sel dapat menjadi salah satu metode yang ampuh bagi gereja untuk mencapai penyempurnaan orang-orang kudus dalam pekerjaan/pelayanan Tuhan Ef. 413. Kata Kunci Gereja; Kelompok Sel; Pendidikan Agama Kristen; Revitalisasi AbstractCell groups in the church for children, youth/youth, and parents aim to teach and equip church services so that multiplication occurs. The cell group must begin with serving God, praying, and being in oneness. Cell groups are small groups of no more than 12 people to meet regularly as a means so that each member can study God's word and share life experiences in a close and pleasant brotherly atmosphere to grow in the knowledge of Jesus Christ. There is a need for cell group activities in the church because worship held on Sundays, generally will not be able to meet these needs because Sunday worship is only one-way communication. Therefore, the author in this article aims to explain how the principle of cell groups as a revitalization of Christian religious education in the church to every member of the congregation. The result of this research is that cell groups can be a powerful method for the church to achieve the perfection of the saints in God's work/service Eph. 413. Keywords Church; Cell Groups; Christian education; Revitalization Sonny ZaluchuA common problem regarding the method section in the structure of scientific journals is that they are written in general and not typical. A research method must report the procedures the researcher takes to carry out his research. The contents are not the same as the method descriptions in other studies. Therefore, this paper aims to explain the importance of methods in the structure of writing scientific journal articles. In particular, several methods commonly referred to in theological research are presented descriptively and topically. The conclusion obtained is, with the correct understanding of the research method, lecturers or researchers can produce theological research work that can be accounted for its academic validity. Research contribution This paper provides insights to lecturers and researchers in writing and formulating methods in scientific journal papers and contributing material in writing scientific umum mengenai bagian metode di dalam struktur jurnal ilmiah adalah ditulis secara umum dan tidak khas. Padahal, sebuah metode penelitian harus melaporkan prosedur yang ditempuh peneliti untuk menjalankan penelitiannya. Isinya tidak sama dengan penjelasan metode pada penelitian lain. Oleh karena itu paper ini bertujuan menjelaskan tentang pentingnya metode di dalam struktur penulisan artikel jurnal ilmiah. Secara khusus dipaparkan secara deskriptif dan topikal beberapa metode yang umum dirujuk dalam penelitian teologis. Kesimpulan yang diperoleh adalah, dengan pemahaman yang benar tentang metode penelitian, dosen atau peneliti dapat menghasilkan karya penelitian teologis yang dapat dipertanggungjawabkan validitasnya secara akademik. Kontribusi penelitian Paper ini memberikan wawasan kepada dosen dan peneliti di dalam menulis dan merumuskan metode dalam paper jurnal ilmiah dan menyumbang materi dalam penulisan karya TelnoniArtikel ini merupakan upaya memasukan pendidikan agama Kristen dalam membelajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini. Kesetaraan gender adalah sebuah kondisi di mana perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama atau setara dan memiliki suatu kondisi yang sama serta mewujudkan hak-hak asasi secara penuh dan memiliki potensinya bagi pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Dalam lingkungan masyarakat, kesetaraan gender masih menjadi sebuah masalah yang tren. Masyarakat pada umumnya memiliki pandangan bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan. Artinya laki-laki dianggap lebih kuat dari perempuan, sedangkan perempuan adalah kaum yang lemah dan harus tunduk penuh pada laki-laki. Konsep tersebut sudah menjadi hal yang biasa pada masyarakat, walapun kaum perempuan telah memperjuangkan keadilan ini dengan berbagai macam cara tetapi hasilnya masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting dalam membelajarkan kesetaraan gender pada anak sejak usia dini melalui pengajaran pendidikan agama Kristen di lingkungan keluarga, gereja, dan sekolah. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kualitatif yaitu menggunakan kajian-kajian ilmiah dan data kepustakaan yang mengacu sesuai masalah yang akan di kaji dalam artikel ini. Tujuan peran pendidikan agama Kristen dalam membelajarkan penyeteraan gender pada anak sejak usia dini di lingkungan keluarga, gereja, dan sekolah sebagai upaya untuk mengatasi masalah penyetaraan gender yang terjadi dalam lingkungan GunawanThis article with a title The Equality and Distinction Between Man and Woman A Critique to the Feminist Movement", will firstly discuss about the feminist movement comprehensively and afterward itu will discuss about the feminist movement within Christianity, gender-equality issues, as well as the distinction between man and woman from the view of Christian feminism. After these, it will be discussed gender-equality issues and the distinction between man and woman from the perspective of Reformed theology. Then a critique to the feminist movement within Christianity will be discussed. The finding of this article is that the feminist movement within Christianity has indeed grown a better appreciation for the woman, especially in the equality between man and woman wich is a reality. The consequence is the authority of the Bible is accused by this Christian feminist movement. KEYWORDS feminism, Christian feminism, equality, distinction, Reformed Masyarakat Desa tentang Kesetaraan Gender. Isu kesetaraan gender mulai merebak di Indonesia pada tahun 1990-an. Walaupun isu gender telah lama merebak di Indonesia, namun banyak orang yang masih salah mengartikan tentang konsep gender dan kesetaraan gender. Selain gender yang sering disamakan dengan arti seks jenis kelamin, kemudian salah arti lainnya dimana kesetaraan gender seolah-olah dianggap sebagai tindakan atau keinginan menomorsatukan perempuan yang ada di belahan dunia. Sebuah penelitian pada kelompok perempuan petani pedesaan di Jambi mengungkapkan bahwa pada awalnya masyarakat setempat sangat risih berbicara dengan kesetaraan beranggapan bahwa kesetaraan gender adalah hal yang tidak lazim dibicarakan, terlalu vulgar dan mendukung aliran liberalisasi serta sekularitas. Penulis memandang kesetaraan gender ini dapat dijunjung tinggi melalui perubahan pola pikir masyarakat yang berkembang saat ini. Pola pikir yang positif tentang kesetaraan gender akan membantu mengurangi kasus-kasus ketimpangan gender di Indonesia. Mengubah pola pikir masyarakat tentunya harus didasarkan pada pengetahuan masyarakat di daerah itu sosial khususnya bidang pekerja sosial feminis bertugas untuk mengubah pola pikir dan mengedukasi masyarakat baik kaum laki-laki maupun dari artikel ini bahwa masyarakat khususnya masyarakat pedesaan memerlukan tambahan pengetahuan tentang kesetaraan gender. Pemahaman tentang kesetaraan gender yang positif pada masyarakat memiliki banyak manfaatnya dalam kehidupan terutama untuk mengurangi kasus-kasus ketidakadilan gender dan permasalahan rumah tangga. Adapun yang menjadi dasar bagi pekerja sosial dalam melakukan intervensi ialah pendidikan, umur, dan sumber informasi di suatu daerah atau masyarakat KalintabuAbstrak Peran perempuan pada masa kini bukanlah sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan. Tulisan ini memuat kajian tentang perempuan, feminisme, kesamaanesensial laki-laki dan perempuan, pandangan teologis tentang perempuan, dan peranannya dalam pendidikan agama Kristen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yang bermaksud memahami suatu fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lainlain, secara holistik di dalam gereja. Cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Hasil dari penelitian ini adalah perempuan yang memiliki latar belakang Pendidikan Agama Kristen dapat berperan di dalam gereja sebagai pendeta Pendidikan Agama Kristen, pengajar, diaken, anggota di dalam badan atau komisi Pendidikan Agama Kristen, dan guru Sekolah Minggu. Ilmu pengetahuan tentang Pendidikan Agama Kristen yang dimiliki oleh kaum perempuan adalah anugerah Allah, yang sudahseharusnya untuk dikembangkan dan dipraktikkan di dalam Kunci Perempuan, Pendidikan Agama Kristen GerejaMinggus M. PranotoThis article highlights a critical question why is Pentecostal-Charismatic leadership vulnerable to various scandals? This model of leadership often exposes the dark side of leadership characterized by the issues of money, sex, and power. This study suggests that Pentecostal-Charismatic leaders are often trapped in the model of personalized charismatic leadership that is based on misinterpretation of the doctrine of being Spirit-filled. The method used in this article is that of practical theology relating the framework of socialized charismatic leadership to the theological concept of the church ekklesia as the body of Christ and the fellowship of the Holy Spirit. Abstrak Tulisan ini menyoroti pertanyaan kritis mengapa kepemimpinan Pentakostal-Karismatik rentan terkena berbagai skandal? Model kepemimpinan ini acap kali memunculkan sisi gelap kepemimpinan yang ditandai oleh masalah-masalah keuangan, seksual, dan kekuasaan. Kajian ini mengungkapkan bahwa para pemimpin Pentakostal-Karismatik seringkali terjebak dalam model personalized charismatic leadership yang didasari oleh penafsiran yang keliru atas doktrin being Spirit-filled. Metode tulisan ini termasuk dalam ranah teologi praktis yang mengaitkan kerangka berpikir socialized charismatic leadership dengan konsep teologis tentang gereja ekklesia sebagai tubuh Kristus dan persekutuan Roh IndrapangastutiPendidikan multikultural adalah sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya, dan untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokratik-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Melalui pendidikan multikultural peserta didik diharapkan memiliki kompetensi yang baik, bersikap dan menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di sekolah dan di luar sekolah. Pendidikan multikultural diberikan kepada siswa SMK agar mereka memahami bahwa di dalam lingkungan mereka dan di lingkungan lain terdapat keragaman budaya yang berpengaruh terhadap tingkah laku, sikap, pola pikir manusia sehingga manusia tersebut memiliki cara-cara, kebiasaan, aturan-aturan bahkan adat istiadat yang berbeda satu sama lain. Bila perbedaan itu tidak dapat dipahami dengan baik dan diterima dengan bijaksana, maka konflik akan mudah terjadi baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Penerapan konsep yang sistematis dalam mengatasi praktek dan problematik pembelajaran pendidikan multikultural yang bisa diterapkan di SMK, yaitu a meningkatkan peran seluruh warga sekolah, terutama guru dengan menggunakan panduan lima dimensi pendidikan multikultur dari Banks, b mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum ataupun pembelajaran di sekolah dengan menggunakan panduan empat pendekatan pendidikan multikultural dari Banks, dan c meningkatkan peran guru dalam pendidikan multikultural yaitu1 membangun paradigma keberagamaan inklusif di lingkungan sekolah, 2 menghargai keragaman bahasa di sekolah, 3 membangun sikap sensitif gender di sekolah, 4 membangun pemahaman kritis dan empati terhadap ketidakadilan serta perbedaan sosial, 5 membangun sikap anti diskriminasi etnis, 6 menghargai perbedaan kemampuan, dan 7 menghargai perbedaan kunci praktek dan problematik, pendidikan multikultural, SMK Alfian RokhmansyahKritik sastra feminis meletakan teori feminisme menjadi landasan dasar pemikiran. Feminisme muncul sebagai akibat adanya prasangka gender. Prasangka gender ini memandang perempuan sebagai makhluk kelas dua. Pemikiran seperti ini berdasar pada anggapan bahwa laki-laki berbeda dengan perempuan. Laki-laki dianggap lebih berperan dalam berbagai kegiatan, dan mempunyai kepentingan yang lebih besar daripada perempuan. Perbedaan ini tidak hanya tampak secara lahiriah, tetapi juga dalam struktur sosial budaya di masyarakat. Dengan demikian, kritik sastra feminis merupakan kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan ketimpangan dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Contents ISU-ISU GENDER 13 GENDER DAN FEMINISME 37 KRITIK SASTRA BERPERSPEKTIF FEMINIS 63
Disebutkandalam ayat ini, penciptaan manusia berasal dari seorang laki-laki dan perempuan. Zamakhshari, Razi dan Baydhawi, sebagaimana diungkapkan Muhammad Asad dalam The Message of the Quran, menjelaskan manusia diciptakan Allah dari seorang ayah dan ibu. Artinya, kesamaan asal mula biologis ini mengindikasikan adanya persamaan antara sesama
Sumber / 7 March 2021 Puji Astuti Official Writer Inilah 8 ayat Alkitab yang menentang LGBT lesbian, gay, bisexual, transgender. Kamu pasti tahu bahwa saat ini para pendukung dan mereka yang terlibat secara aktif di LGBT mulai terang-terangan mengumbar diri mereka di media, baik melalui TV atau Online. Alkitab jelas mencatat bahwa Tuhan menciptakan manusia adalah laki-laki dan perempuan. Itu adalah blue print alias cetak biru dari Tuhan mengenai kelangsungan hidup manusia di bumi. Perintah Tuhan jelas bahwa kita harus beranak cucu dan memenuhi bumi serta menaklukannya. Namun manusia menipu dirinya sendiri dan menjadi menyimpang dari rencana Tuhan. Jika kamu masih ragu apakah ada ayat Alkitab yang menyatakan menentang LGBT, ini adalah 8 ayat Alkitab yang Tuhan sudah berikan untuk menentang praktek lesbian, gay, biseksual dan transgender. 1 Kejadian 127-28 127 Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. 128 Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." Disana dikatakan bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah yaitu laki-laki dan perempuan. Tuhan memberi perintah yang jelas bahwa kita haris beranakcucu dan bertambah banyak. Apakah laki-laki dengan laki-laki bisa menghasilkan keturunan? Tentu saja tidak. Baca juga Apakah Seorang LGBT Bisa Disebut Sebagai Orang Kristen Dan Masuk Ke Dalam Kerajaan Sorga? 2 Kejadian 218-25 218 TUHAN Allah berfirman "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." 219 Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. 220 Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. 221 Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 222 Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. 223 Lalu berkatalah manusia itu "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku . Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki." 224 Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. 225 Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu. Penolong yang sepadan. Tuhan memberikan kepada Adam penolong yang sepadan yaitu Hawa, bukan Bambang atau Rudi. 3 Kejadian 194-5 194 Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu. 195 Mereka berseru kepada Lot "Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka. Konteks dalam ayat ini adalah bahwa masyarakat kota Sodom mereka menganut paham gay atau seks dengan sesama jenis. Hal itu terbukti saat malaikat yang datang di kota Sodom mereka hendak melakukan hubungan seks sesama jenis dengan para malaikat. Karena itulah Tuhan memusnahkan kota Sodom dan Gomora. Baca juga Haruskah Saya Menghadiri Pernikahan Gay Sahabat atau Keluarga Saya? 4 Imamat 1822 mencatat "Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian." Tuhan sudah jelas melarang persetubuhan laki-laki dengan laki-laki, demikian juga sebaliknya. 5 Markus 106-8 106 Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, 107 sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, 108 sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Yesus sendiri mengatakan bahwa sejak awal dunia Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. 6 Imamat 2013 Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. Perjanjian lama mengatakan bahwa hukuman untuk pelaku LGBT adalah hukuman mati. Baca juga LGBT Semakin Marak, Apa Penyebabnya? 7 Roma 125-27 125 Sebab mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah makhluk dengan melupakan Penciptanya yang harus dipuji selama-lamanya, amin. 126 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. 127 Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki , dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka Melakukan LGBT sama dengan melupakan pencipta kita dan bahkan karena itu Tuhan menyerahkan manusia kepada hawa nafsu dan semakin sesat. 8 Ibrani 134 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah. Tuhan mau kita menguduskan perkawinan dengan tidak melakukan kecemaran seperti yang dilakukan oleh kaum LGBT. BACA JUGA Apa Kata Alkitab Tentang Transgender? Apakah artikel ini memberkati? Jangan berhenti di kamu! Kamu bisa menjadi berkati bagi orang lain dengan membagikan artikel ini. Selain itu, kamu juga bisa bergabung bersama kami untuk memberitakan injil melalui dengan berdonasi. Berapapun donasi yang kamu berikan akan mendukung untuk terus memproduksi artikel dan video baru setiap harinya. Kabar baiknya, bagi kamu yang berdonasi sebesar setiap bulan, akan mendapatkan bonus berupa kaos atau mug selama persediaan masih ada. Jika kamu tergerak melakukan donasi, bisa mendaftarkan dirimu dengan klik DI SINI. Sumber Halaman 1
Adabeberapa alasan mereka menuntut kesetaraan gender itu. Pertama, sebelum ke luar negeri, menikah ataupun meninggalkan penjara, perempuan wajib meminta izin dari ayah, saudara pria atau keluarga pria lainnya. Kedua, sejumlah pengusaha memerlukan persetujuan wali bagi karyawan perempuan. Begitu juga bagi mahasiswi di perguruan tinggi.
Pandangan Alkitab Tentang Kesetaraan Bag ... dalam Alkitab yang cenderung bersikap diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, tetapi jika kita membaca ulang teks-teks itu dengan mata yang baru,dari perspektif disabilitas, maka kita akan sadar bahwa ... 18 KESETARAAN GENDER DALAM PANDANGAN ISLAM ... Dalam pandangan Islam perempuan memiliki kedudukan yang sama dibandingkan dengan laki-laki. Dari sudut penciptaan, kemuliaan, dan hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan memiliki kesetaraan ... 10 KESETARAAN PRIA DAN WANITA GENDER MENURUT ALKITAB ... ayat-ayat Alkitab yang “berbicara negatif” tentang status perempuan untuk membuktikan bahwa perempuan itu berasal dari laki-laki, untuk laki- lak, sepanjang waktu bahkan kekal statusnya lebih rendah dari ... 17 Makalah Kesetaraan Gender ... Pandangan yang melihat perbedaan mendasar antara wanita dan pria dapat dibagi dalam tiga kelompok yakni kondisi bio-sosial menekankan perbedaan jenis kelamin dan berbagai konsekuensinya; pranata sosial melihat ... 26 KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM ... kembali. Pandangan kaum muslimin terhadap kaum perempuan sebagai makhluk kelas dua, pandangan- pandangan yang menjustifikasi posisi subordinat perempuan, muncul dalam banyak wacana keagamaan, yang ... 28 Parameter Kesetaraan Gender ... Gender kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu ...adanya pandangan seperti ini menimbulkan bahkan menumbuhkan asumsi yang bias gender dan/atau diskriminatif, misalnya, bahwa perempuan terutama di ... 184 Parameter Kesetaraan Gender ... Gender kadang-kadang dianggap sebagai sesuatu ...adanya pandangan seperti ini menimbulkan bahkan menumbuhkan asumsi yang bias gender dan/atau diskriminatif, misalnya, bahwa perempuan terutama di ... 182 ppm keadilan dan kesetaraan gender ... perempuan. Dalam tradisi ini, perempuan selalu dihubungkan dengan drama kosmis, di mana Hawa dianggap terlibat di dalam kasus keluarnya Adam dari surga. Al-Qur'an yang mempunyai pandangan positif terhadap manusia, ... 10 KONSEP KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTI ... Dalam ayat-ayatnya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap ... 24 Kesetaraan Gender Peran Perempuan dalam ... dengan pandangan bahwa perempuan bekerja merendahkan kaum laki-laki bergeser menjadi perempuan sebagai partner laki-laki untuk menumbuhkan relasi dalam membangun keutuhan rumah ...bentuk kesetaraan hak ... 15 KESETARAAN GENDER DALAM PERSPEKTIF KRIST ... Kesetaraan gender di dalam pendidikan dan dunia kerja sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari pandangan masyarakat mengenai kesetaraan gender itu ...pemikiran gender yang ada di ... 3
DasarAlkitabiah Mengenai Kesetaraan Gender Bagi orang Kristen yang saleh dan mengamalkan imannya dengan benar, sesungguhnya tidak terlalu menemukan permasalahan yang tradisional sudah begitu terbiasa mengutip sebagian ayat-ayat Alkitab (yang "berbicara negatif" tentang status (perempuan) untuk membuktikan bahwa perempuan itu berasal
Ketikamereka mengikuti pola yang dianjurkan Tuhan mengenai hidup dan pernikahan, maka Tuhan akan memberkati mereka dan memberikan mereka otoritas untuk menaklukkan bumi. Di keseluruhan Alkitab kita bisa menemukan ayat yang merujuk pada penyatuan kudus antara seorang pria dan istrinya. Dalam kitab Markus, Yesus berkata kepada orang-orang Farisi.
KataElohim menandakan jamak (bandingkan dengan Yes.6:2 di mana banyak mahluk surgawi (serafim) melayani Allah). Salah satu oknum dari Allah Tritunggal tersebut segera disebut secara eksplisit pada ayat 2: Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Selanjutnya, kita juga dapat menemukan kejamakan tersebut dalam kisah penciptaan manusia
Kesetiaanmerupakan buah roh yang ketujuh yang dituliskan dalam Alkitab. Adapun kesetiaan berarti berdiri teguh tabah dan berpendirian dalam suatu hal.
LAKILAKI DAN PEREMPUAN DICIPTAKAN TUHAN SEBAGAI PASANGAN YANG SEPADAN DAN BAHKAN WANITA DISEBUT SEBAGAI TEMAN PEWARIS KASIH KARUNIA (1 Petrus 3:7). Tuhan memberkati. DOA : Terima kasih Tuhan Yesus, melalui kematian-Mu di kayu salib membuat kesetaraan antara pria dan wanita. Saya akan menghargai setiap wanita karena mereka berharga di mata Tuhan.
PeraturanTentang Kesetaraan Gender. Peraturan menteri dalam negeri nomor 67 tahun 2011 tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 15 tahun 2008 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah Berikan pilihan untuk karyawan wanitaKementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak from www.kemenpppa.go.idPeraturan menteri dalam negeri nomor 67 tahun 2011
Yangterjadi saat ini bukan sekadar kesetaraan gender, namun sebenarnya perang perebutan kuasa antara pria dan wanita. Alkitab dari Kejadian 3:16 bagian akhir telah menegaskan bahwa istri akan birahi kepada suami dan suami akan menguasai istrinya. Ayat-ayat Penting dalam Alkitab tentang Wanita dan Penjelasannya Maka dari itu, kita perlu
D GERAKAN REFORMASI SOSIAL KEAGAMAAN UNTUK KESETARAAN GENDER ABAD ABAD KE-20. Dalam masyarakat patrilneal dan androsentris, sejak awal peran gender seorang anak laki-laki lebih dominan dibanding anak perempuan. Kalau orang Kristen memahami konsep Alkitab tentang wanita, pasti tidak perlu ada gerakan feminisme dalam masyarakat Kristen
Makaada satu hal yang paling pokok disoroti oleh Paulus yang berhubungan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan yaitu dalam hubungan gender, laki-laki dan perempuan. Manusia tidak dihargai menurut jenis kelaminnya sebagai yang utama dan yang nomor dua. (dihargai menurut harkat dan martabatnya) sebagai pewaris Kerajaan Allah.
Sudahtidak adanya kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki pada surat-surat dalam Alkitab tersebut. Adapun di dalam surat-suratnya Paulus. Paulus dalam surat-suratnya pun seolah-olah mengonfirmasi status dan peran wanita dalam gereja, misalnya di 1 Korintus 14:34-35 dan 1 Timotius 2:12-16.
JANGANTAKUT, HAI KAMU KAWANAN KECIL! Internoswan dan peminat jendela Alkitab! Tentu kalian agak heran menerima berita ini. Romo kalian meminta saya menulis tentang Injil yang dibacakan pada hari Minggu Biasa XIX tahun C, yakni Luk 12:32-48.
Pertimbangkannilai persahabatan saleh dengan koleksi ayat-ayat Alkitab ini. Persahabatan Kristen adalah salah satu berkat terbesar dari Tuhan. Dalam bukunya, Mastering Personal Growth, Donald W. McCullough menulis: "Ketika kita mempertimbangkan berkat-berkat Tuhan - hadiah yang menambah keindahan dan sukacita dalam hidup kita, yang memungkinkan kita terus melalui kebosanan dan bahkan
a Perjanjian Lama adalah Bagian dari Rencana Allah. Cara Allah menyatakan Diri-Nya kepada manusia adalah dengan memberikan Penyataan Umum dan Penyataan Khusus, yaitu melalui alam, sejarah, hati nurani manusia dan juga melalui Firman dan Anak-Nya, Yesus Kristus. Di dalam Penyataan-penyataan inilah Allah menyatakan Diri-Nya dan rencana-Nya
Gerejamemperhatikan dengan serius dasar-dasar ajaran agama, yaitu; tradisi, teologi dan filsafat, kitab suci serta ajaran gereja dengan pastoral lainnya. 1. Aspek Tradisi. Salah satu sumber ajaran iman dan moral Katolik adalah tradisi. Tradisi gereja masih dipengaruhi oleh budaya yang bersifat patriarkhis. Suami merupakan penguasa dalam keluarga.
Inilah8 ayat Alkitab yang menentang LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). Kamu pasti tahu bahwa saat ini para pendukung dan mereka yang terlibat secara aktif di LGBT mulai terang-terangan mengumbar diri mereka di media, baik melalui TV atau Online. Alkitab jelas mencatat bahwa Tuhan menciptakan manusia adalah laki-laki dan perempuan.
DbkWr.